ORANGTUA AGEN BERBAHASA
oleh
ZAKI FAHRIZAL
Mama mbim mana?
Ini mbimnya
Dede mau muh cucu?
Ia, au
Ketika menjadi mahasiswa
sering saya dengar slogan “Mahasiswa merupakan agen perubahan”. Slogan ini
sering teringang di teling dan terkadang menjadi beban bagi saya khususnya.
Mengapa menjadi beban? Saya berpikir betapa beratnya tugas seseorang ketika menjadi
mahasiswa. Ia dituntut menjadi seorang yang mampu membawa perubahan bagi
kelompok, masyarakat bahkan sampai negara. Betapa besar amanah dan tanggung
jawab yang dipikulnya? Nah, sekarang bagaimana dengan orangtua yang memiliki
anak? Berkaca dari slogan “Mahasiswa merupakan agen perubahan”, saya terpikir
dengan slogan “Orangtua merupakan agen berbahasa”. Semua percakapan orangtua
akan direkam dan dicontoh oleh anaknya, bukan?
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan
oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, anak dapat berkomunikasi.
Anak akan mengucapkan
kata-kata untuk keperluan komunikasinya
dengan orangtua atau
kerabat dekatnya. Melalui
bahasa manusia bisa
bergaul sesama manusia di muka bumi
ini. Gardner (Mulyasa, 2012:57) mengemukakan bahwa manusia mempunyai tujuh
macam intelegensi, yaitu musical
intellegence (musikalisasi), logical
mathematical (logika matematika), bodily
kinesthetic intelligence (inteligensi kelenturan tubuh), lingustic intellegence (inteligensi
dalam bidang kebahasaan), spatial
intelligence (intelegensi ruang), interpersonal
intelligence (kecerdasar yang terkait dengan hubungan pribadi), dan intrapersonal intelligence (kecerdasan
hubungan antarpersonal).
Kecerdasan Bahasa adalah kecerdasan
yang paling sering kita gunakan. Kita berkomunikasi dengan menggunakan suatu
bahasa. Pelajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia pun selalu jadi pelajaran
wajib di sekolah-sekolah. Lebih lanjut Yaumi & Ibrahim (2013:11)
mengemukakan bahwa kecerdasan bahasa (lingustic
intellegence) adalah kecerdasan yang berhubungan dengan kemampuan untuk
melakukan sekaligus memahami informasi dan komunikasi kepada/dari orang/pihak
lain, baik secara lisan maupun tertulis.
Chaer (2009:30) menyatakan
bahwa para pakar linguistik deskriptif mendefinisikan bahasa sebagai “satu
sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer,” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang
digunakan oleh sekelompok
anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasi diri.”
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak
lahir melalui interaksi dengan sesama
anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan masyarakat lingkungan.
Sedangkan menurut Akhadiah,
dkk. (1998:1.3) Pemerolehan bahasa anak merupakan proses anak mulai
mengenal komunikasi dengan
lingkungannya secara verbal. Pemerolehan bahasa pertama terjadi
bila anak sejak semula tanpa bahasa
kini telah memperoleh
satu bahasa. Pada
pemerolehan bahasa tersebut, anak
lebih mengarah pada fungsi
komunikasi daripada bentuk bahasanya.
Anak akan mengucapkan
kata-kata untuk keperluan komunikasinya
dengan orangtua atau
kerabat dekatnya.
Bahasa pertama akan memberikan
pengaruh yang besar terhadap pemerolehan bahasa dan berbicara anak pada
tahap selanjutnya terutama ketika anak mulai memasuki sekolah. Selama
pemerolehan bahasa pertama anak-anak
menerima, memproses, menyimpan kata-kata, kalimat, ucapan yang ia dengar dari
orang lain yang terdapat di lingkungannya. Kemudian pada saat anak berbicara,
maka bahasa yang telah ia simpan tersebutlah yang akan menjadi bahasanya.
Bahasa dan berbicara
sangat dibutuhkan oleh
anak untuk mengungkapkan apa
yang ia inginkan,
rasakan, pikirkan dan
yang ia butuhkan. Jika seseorang
anak mengalami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa pertamanya, maka
keterampilan berbicara anak juga akan mengalami kesulitan.
Berdasarkan hasil pengamatan
awal yang saya dapatkan pada anak yang berusia 4-5 tahun, anak memiliki
bahasa pertama yang
sangat beragam jenisnya.
Bahasa pertama yang diperoleh dan digunakan anak sesuai
dengan bahasa yang digunakan di lingkungan pertama anak temui pasca dilahirkan
yaitu bahasa ayah dan bahasa ibu. Sering kali di sekolah anak menggunakan
bahasa yang tidak bisa dimengerti oleh guru, dan sebaliknya anak juga sering
tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh guru. Sehingga keterampilan berbicara
anak di sekolah masih tergolong rendah. Anak tidak mampu mengucapkan apa yang
dia pikirkan, inginkan, rasakan, dengarkan dan dia harapkan dengan bahasa yang
bisa dimengerti oleh guru, sehingga anak hanya diam saja dan tidak mengikuti
kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang guru harapkan.
Anak yang semula tanpa bahasa
kini telah memperoleh satu bahasa yaitu bahasa yang digunakan oleh ayah, ibu
atau bahasa yang terdapat di lingkungan anak. Bahasa pertama merupakan dasar
bagi anak untuk memperoleh
bahasa kedua dan
seterusnya. Membedakan suara dari
berbagai sumber. Menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang standar tingkat
capaian perkembangan anak,
lingkup perkembangan bahasa anak usia 4-<5 tahun adalah sebagai
berikut: (1) Mendengarkan cerita yang dibacakan, (2) Menyimak perkataan orang
lain (bahasa ayah/bahasa ibu atau bahasa
lainnya), (3) Mengajukan pertanyaan, (4) Menjawab pertanyaan, (5) Mengucapkan
identitas diri, (6) Menyanyikan lagu-lagu anak, (7) Memahami perkataan orang
lain (ayah/ibu atau orang lain), (8) Meniru huruf.
Coba perhatikan kutipan dialog
antara orangtua dan anak di bawah ini:
Mama mbim mana?
Ini mbimnya
Dede mau muh cucu?
Ia, au
Dari kutipan dialog itu
didapatkan bahwa bahasa orangtua (Ibu) ternyata mengikuti bahasa anaknya.
Orangtua secara tidak sadar membiasakan anaknya berbahasa tidak benar. Mungkin
pemerolehan bahasa si anak berawal dari menyimak bahasa orangtuanya kemudian
meniru bunyi bahasa orangtuanya. Seharusnya orangtua tetap menggunakan bahasa
Indonesia dengan artikulasi dan pelafalan orang dewasa. Kalau sudah seperti itu
si anak akan terbawa hingga remaja atau bahkan sampai dewasa.
Jadi, lingkungan keluarga
dalam hal ini orangtua memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan
bahasa anaknya. Anak-anak menerima, memproses, menyimpan kata-kata, kalimat,
ucapan yang ia dengar dari orang lain yang terdapat di lingkungannya. Kemudian
pada saat anak berbicara, maka bahasa yang telah ia simpan tersebutlah yang
akan menjadi bahasanya. Peran orangtua menjadi penting dalam berbahasa
Indonesia yang baik dan benar. Orangtua menjadi agen berbahasa di rumah bagi
anak-anaknya. Sejak dini usahakan orangtua menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kaidah agar kelak dewasa si anak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia
yang baik dan benar. (*)
*Dimuat dalam kolom Ruang Publik Harian Umum
Banten Pos edisi Kamis 21 Desember 2017
Tidak ada komentar: