MODEL PENDIDIKAN DI ERA KIDS ZAMAN NOW
oleh
Zaki
Fahrizal
“Tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang
ada hanyalah anak yang menonjol dalam beberapa kecerdasan.”
– Howard Gardner
Apa
dan Bagaimana Arah Pendidikan Kita?
Saat ini, sudah lebih dari 72 tahun Indonesia menikmati kemerdekaan. Apa
arti kemerdekaan bagi kita? Dalam Pembukaan UUD 1945, kemerdekaan memiliki
sebuah janji untuk (1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, (2) Memajukan kesejahteraan umum, (3) Mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan (4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tidak peduli siapa mereka,
apakah orang kaya ataupun miskin. Tidak peduli di mana pun. “Mencerdaskan
kehidupan bangsa” adalah sebuah janji yang harus dilunasi untuk setiap anak
bangsa Indonesia.
Pendidikan dapat dipandang sebagai proses penting untuk memenuhi janji
kemerdekaan. Pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa depan yang
juga berkualitas. Sebagai contoh, pada tahun 1960-an, Korea Selatan masih
menjadi negara berkembang yang tidak diperhitungkan. Namun saat ini, Korea
Selatan menjadi negara industri yang diperhitungkan dalam kancah dunia. Contoh
lain, kemajuan bangsa Eropa dengan Revolusi Industrinya merupakan efek dari
Zaman Pembaharuan (Renaissance)
setelah Zaman Kegelapan menyelimuti Eropa. Zaman Pembaharuan di Eropa mendorong
kebebasan berpikir kemudian muncullah masyarakat terdidik yang mendorong
kemajuan.
Korea Selatan dan bangsa Eropa tidaklah mungkin mengejar ketertinggalan
tanpa kerja keras melalui sektor pendidikan.
Lalu bagaimana dengan bangsa Indonesia? Tak dapat dipungkiri bahwa
pendidikan telah memegang peranan penting bagi perubahan negeri ini. Pada tahun
1945, ketika Sukarno dan Hatta menyatakan Proklamasi Kemerdekaan bangsa
Indonesia, tingkat melek huruf rakyat Indonesia hanya 5%. Lalu, pada 2010
tingkat melek huruf tersebut meningkat
menjadi 92%. Bandingkan dengan negara seperti India dan Mesir yang sampai saat
ini masih memiliki tingkat melek huruf sebesar 66%.
Semua contoh kasus tersebut bermuara di satu masalah utama, yaitu
pendidikan. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari pendidikan formal,
pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.
Sekolah dengan berbagai
jenjangnya, merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki peran penting
dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat Pembukaan UUD
1945. Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan proses
pendidikan dan pembelajaran. Sekolah
harus menjalankan perannya dengan baik, peran tersebut misalnya sekolah
mempersiapkan peserta didiknya memiliki
pengetahuan, keterampilan dasar, dan nilai-nilai luhur yang dibutuhkan
untuk masa depan peserta didiknya.
Kasus kekerasan siswa oleh
guru yang terjadi di Kota Pangkalpinang beberapa waktu lalu menjadi tamparan
bagi dunia pendidikan Indonesia. Aksi pembenturan dan pemukulan yang dilakukan
guru secara membabi-buta hanya karena keisengan siswa yang berbuah penganiayaan.
Akibat penganiayaan itu, korban (siswa) sampai dirawat. Bagimana tidak
meresahkan para orangtua, kasus seperti itu ternyata masih terjadi di dunia
pendidikan kita. Selain rawan kekerasan, model pendidikan di sekolah-sekolah
juga hanya berorientasi pada
kemampuan kognitif semata. Kemampuan kognitif bukanlah satu-satunya yang
dibutuhkan seorang anak. Ada dua
kompetensi lain seperti kompetensi psikomotorik dan kompetensi afektif yang
dapat dikembangkan. Seorang anak yang pintar di kelas, dan selalu mendapat
nilai tertinggi belum tentu anak itu akan mampu membawakan acara-acara besar
sekolah apabila ditunjuk. Anak yang pintar di kelas belum tentu memiliki sikap yang
baik. Tetapi, jika siswa itu sudah memiliki sikap yang baik, kemungkinan besar
anak itu akan pandai karena mampu mengolah sikap dirinya.
Melihat fenomena ini banyak
masyarakat yang kebingungan dan resah
sehingga mencari alternatif model-model pendidikan yang cocok dengan
karakteristik anaknya. Konsep pendidikan
di era kids zaman now seharusnya memiliki arah jelas bagi pengembangan beragam
kecerdasan manusia (multiple
intelligence). Pemerintah harus memerhatikan kemampuan siswa yang begitu
unik dan beragam. Pemerintah seharusnya tidak selalu berorientasi pada
kemampuan kognitif saja, melainkan juga memberikan program pendidikan
karakter dan keterampilan hidup (life
skill) siswa di sekolah sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Pendidikan
di Era Kids Zaman Now
Kini kata-kata yang sedang
populer di Instagram yakni “Kids Jaman
Now” disertai foto. Tidak hanya di
instagram, media sosial lain seperti facebook juga menjadi ramai dengan tulisan
“Kids Jaman Now” dengan foto yang berbeda. Foto bagi penulis tidak terlalu
menarik, melainkan penulis tertarik dengan tulisan (1) “Kids Jaman Now”. Bahkan
sampai terbentuk akronim baru “Janow” di beberapa pesan ststus media sosial.
Bila diartikan dalam Bahasa Indonesia, Kids = Anak-anak, Jaman = sesuatu yang
menunjukkan waktu (Zaman), dan Now = Sekarang atau Saat ini. Bila disusun
menjadi kalimat menjadi (2) “Anak-anak zaman sekarang”. Tetapi bukan itu yang
akan dibahas penulis dalam tulisan ini. Tulisan ini, penulis ingin membahas
betapa dahsatnya kecerdasan siswa yang diciptakan Tuhan apabila pendidik mampu
memaksimalkan potensi bawaan itu di zaman sekarang.
Persoalan mendasar pendidikan yakni konsep pemerintah dalam “mendidik”
anak-anak bangsa di sekolah dan lembaga pendidikan tinggi yang tampaknya hanya
berorientasi pada wawasan kognitif semata. Misalnya penyelenggaraan dan materi
ujian nasioanl (UN) yang mencerminkan pemerintah lebih menitikberatkan dan
menaruh perhatian pada faktor kecerdasan intelektual atau “paper n pencil test” saja. Padahal berbagai literatur tentang
pendidikan mengungkapkan bahwa faktor kecerdasan intelektual menyumbang 20% saja
dari suksesnya seseorang dalam melakukan pekerjaan.
Kecerdasan intelektual bukanlah
satu-satunya yang dibutuhkan seorang anak. Finlandia tidak menjadikan kemampuan
kognitif sebagai satu-satunya tolok ukur kesuksesan seseorang. Ada hal lain
seperti kemampuan emosional dan pemecahan masalah dibutuhkan sekolah dan
bekerja. Rapor dan ijazah dalam dunia kerja hanya dipakai sebagai formalitas
penerimaan pekerjaan, sumber daya manusia dihargai sebagai kompetensi
psikomotorik dan afektifnya. Sedangkan kemampuan kognitifnya diserahkan ke
sebuah alat hitung dan analisis bernama komputer.
Pendidikan yang baik seharusnya memiliki arah jelas bagi pengembangan
beragam kecerdasan manusia (multiple
intelligence). IQ (intelligence
quotient) yang merupakan penjabaran dari kemampuan inetelektual dan
akademik siswa dalam literatur pendidikan hanyalah sebagaian dari kecerdasasan
yang dimiliki manusia. Gardner (Mulyasa, 2012:57) mengemukakan bahwa
manusia mempunyai tujuh macam kecerdasan yang siap berkembang, yaitu musical intellegence (musikalisasi), logical mathematical (logika
matematika), bodily kinesthetic
intelligence (inteligensi kelenturan tubuh), lingustic intellegence (inteligensi dalam bidang kebahasaan), spatial intelligence (intelegensi
ruang), interpersonal intelligence
(kecerdasar yang terkait dengan hubungan pribadi), dan intrapersonal intelligence (kecerdasan hubungan antarpersonal). Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh
atau pintar, yang ada hanyalah anak yang menonjol dalam beberapa kecerdasan.
Demikian seharusnya pemerintah dalam membuat kebijakan terkait hasil belajar
siswa. Pemerintah harus memerhatikan kemampuan siswa yang begitu unik dan
beragam.
Pendidikan di zaman sekarang,
pemerintah harus memberikan program pendidikan karakter dan keterampilan hildup
(life skill) siswa di sekolah sesuai
dengan bakatnya masing-masing. Selain itu, pola pembelajarannya juga sedikit
berbeda dan memang mengakomodisasi hak-hak siswa sebagai penuntut ilmu. Berdasarkan
pengalaman penulis yang mengajar di sekolah dengan mengedepankan konsep
humanisme, peserta didik disuguhkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat
megembangkan karakter peserta didik. Contoh kegiatannya seperti: market day, bussines day, latihan dasar
kepemimpinan, berkebun, magang, dan lain-lain yang sifatnya mengembangkan
karakter dan keterampilan hidup di abad ke-21.
Fungsi pendidikan di zaman
sekarang seharusnya mendidik untuk
mengatasi diskriminasi, mengahargai perbedaan, menciptakan masyarakat yang
ramah, membangun masyarakat yang cerdas sesuai amanat Pembukaan UUD 1945, dan
mencapai cita-cita pendidikan untuk semua. Pendidikan harus merespon
keberagaman talenta individual dan memungkinkan setiap individu menemukan
tempatnya di masyarakat. Kebijakan pendidikan harus secara memadai bersifat
diversifikasi dan harus dirancang agar tidak menyebabkan ekslusifisasi/pengucilan
sosial. Sekolah-sekolah harus mendorong keinginan individu untuk hidup bersama
dan mengembangkan bakat yang dimilikinya. Sehingga Indonesia akan melahirkan
generasi emas yang cerdas dan berkarakter. Jadi, maju mundurnya suatu bangsa
tergantung sejauh mana negara tersebut memiliki kekuatan dan keseriusan di
bidang pendidikannya. (*)
*Terbaik Kedua Lomba
Menulis Artikel Program TBM & PKBM Memperingati Hari Aksara Internasional
2017 Tingkat Kota Serang.
Tidak ada komentar: