MENIKAH KEMUDIAN BERCERAI
MENIKAH KEMUDIAN BERCERAI
oleh
ZAKI
FAHRIZAL
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu. (QD An-Nisaa’:11)
Menyimak percakapan antara dua
orang guru di sekolah yang membahas pernikahan, saya teringat akan berita di
koran beberapa waktu lalu membahas tentang perceraian. Pernikahan dan
perceraian merupakan dua hal berbeda tetapi keduanya ada hubungan. Menikah
berarti menyatunya dua orang (suami-istri) dalam sebuah hubungan, sedangkan
bercerai berarti melepas atau memutusnya hubungan dua orang (suami-istri) dari
ikatan pernikahan.
Dewasa ini makin banyak
pasangan suami istri yang merasa permasalahan mereka tidak akan terselesaikan
kecuali dengan perceraian. Perceraian dianggap cara terakhir yang dipilih suami
dan istri dalam menyelesaikan masalah. Bukankah perceraian merupakan misi
iblis? Iblis akan senang jika ada pasangan suami istri bercerai. Hal ini
diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, “Sesungguhnya Iblis
meletakkan singgasananya di atas air kemudian di mengirimkan pasukkannya. Maka
yang paling kepadanya ialah yang paling besar fitnahnya.. lalu datanglah salah
seorang pasukannyamelapor “Aku telah melakukkan ini dan Itu.” Iblis menjawab,
“Kamu belum berbuat apa-apa.” Lalu datanglah pasukan lain melapor, “Aku tidak
membiarkannya hingga aku menceraikan dia dan istrinya”. “iblis pun mendekat dan
memujinya, “Bagus”. (HR. Muslim)
Perceraian merupakan hak
pasangan suami istri, tetapi jika ada cara lain dalam menyelesaikan masalah mengapa
tidak mengambil cara lain tersebut. Fenomena perceraian di Indonesia menurut
beberapa literatur mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. Begitu juga
dengan tren perceraian di mastarakat Provinsi Banten. Contonya di Kota Serang.
Data dari Pengadilan Agama Serang tahun 2017 mencatat bahwa pasangan yang
bercerai meningkat hampir 100 persen dari tahun lalu. Dari 3695 kasus
perceraian yang terjadi di 2017, rata-rata berusia muda rentang 19 sampai 30
tahun. Perceraian di Kota Serang berlatar belakang masalah ketidakcocokan, media
sosial dan perselingkuhan. Aawalnya
saling sapa di media sosial, kemudian bertemu di dunia nyata dan berlanjut ke
perselingkuhan. Selain berlatar belakang masalah ketidakcocokan, media sosial dan perselingkuhan, masalah ekonomi
juga menjadi penyebab pasangan suami istri bercerai. Kesulitan ekonomi yang
melanda pasangan suami istri akhirnya berujung pada perceraian. Jika dilihat
dari pekerjaannya, pegawai negeri sipil (PNS) menjadi yang teratas. Bagaimana
dengan jenis pekerjaan lain, seperti karwasan swasta? Jenis pekerjaan karyawan
swasta juga ada, tetapi jumlahnya di bawah pegawai negeri sipil (PNS). Lalu,
mengapa pegawai negeri sipil (PNS) menduduki peringkat teratas? Bukankah bila
dilihat dari faktor ekonomi sudah sejahtera?
Perselingkuhan menjadi salah
satu faktor penyebab kasus perceraian di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS).
Kasus perceraian di lingkungan pegawai negeri sipil (PNS) pun meningkat di Kabupaten
Blitar tahun 2016. Sebagian didominasi guru dan bidan. Ya, profesi guru dan
bidan setiap tahun tunjangan yang diapat semakin besar. Faktor ini menjadi
penyebab kasus perceraian di lingkungan pegawai negeri (PNS). Bukan karena
masalah kekurangan melainkan karena kelebihan dana.
Tren istri mengguat cerai
suami pun semakin meningkat. Alasannya
karena tidak ada lagi kecocokan sehingga bersikukuh ingin berpisah. Hukum
wanita meminta cerai menurut Islam yakni boleh, asalkan memiliki alasan syar’i
untuk menggugat cerai.
Dalam Islam memang perceraian
tidak dilarang, tetapi Allah membenci perceraian itu. Jika pasangan suami istri
tetap ingin bercerai maka harus mengikuti atruran-aturan tertentu.
Aturan-aturan yang diambil guna mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.
Padahal jika dipertimbangkan
dengan matang, banyak cara lain yang dapat dipilih selain bercerai. Setelah
bercerai pun pasti akan muncul masalah baru, seperti pembagian harta, pembagian
tugas mengurus anak (hak asuh anak), dan masalah-masalah lain sebagainya.
Jadi, masalah menikah dan
bercerai, saya kembalikan keputusannya kepada setiap orang. Menikah merupakan
ibadah dan menambah berkah. Tetapi ibadah dan berkah akan menjadi musibah jika
berubah ke perceraian. Perceraian merupakan hak pasangan suami istri, tetapi
jika ada cara lain dalam menyelesaikan masalah mengapa tidak mengambil cara
lain tersebut. (*)
*Dimuat
dalam Harian Umum Kabar Banten, Selasa 23 Januari 2018
Tidak ada komentar: