Ads Top

BAHASA vs RUANG PUBLIK

BAHASA vs RUANG PUBLIK
Oleh
Zaki Fahrizal


Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan kembali mengadakan Kongres bahasa yang ke-11. Kongres itu rencananya akan diadakan tahun depan sekitar Oktober s.d.  November 2018. Kongres bahasa Indonesia ke-11 mengangkat subtema yaitu: 1) Pendidikan bahasa dan sastra Indonesia; 2) Bahasa Indonesia di ruang publik; 3) bahasa sastra dan teknologi informasi; 4) Ragam bahasa dalam berbagai ranah kehidupan; 5) Pemetaan dan kajian bahasa dan sastra daerah; 6) Pengelolaan bahasa dan sastra daerah; 7) Bahasa, sastra, dan kekuatan kultural bangsa Indonesia; 8) Bahasa dan sastra untuk strategi dan diplomasi; 9) Politik dan perencanaan bahasa dan sastra.
Sekaitan dengan paparan subtema kongres bahasa di atas, saya tertarik dengan poin kedua tentang “Bahasa Indoensia di ruang publik”. Mengapa saya tertarik? Coba kita perhatikan di tempat tinggal kita saat ini. Berapa banyak penamaan perumahan yang menggunakan kosakata bahasa Inggris dibanding menggunakan kosakata bahasa Indonesia? Atau seberapa banyakkah penamaan nama-nama istilah asing yang digunakan para pejabat pembuat kebijakan, para pelaku usaha atau pihak-pihak lain yang lebih memilih menggunakan kosakata bahasa Asing dibanding menggunakan kosakata bahasa Indonesia? Tentu jawabannya sudah tahu.
Sebagai contoh, kemarin saya pergi ke tempat penjual buah. Ternyata di belakang tempat penjual buah ada perumahan bernama “GOLDEN PARADISE”. Membaca nama itu, saya jadi makin bertanya-tanya, mengapa menggunakan bahasa kosakata bahasa Inggris? Bukankah perumahan itu berdiri di negara Indonesia? Tidak bisakah menggunakan bahasa Indonesia dengan nama “PERUMAHAN SURGA EMAS”?
Bahasa Indonesia sedang berjuang dan bersaing serta sedang memantapkan perannya sebagai identitas bangsa Indonesia di tengah maraknya penggunaan  bahasa asing di ruang publik. Pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007. Isi dari Permendagri tersebut berupa penggunaan bahasa Indonesia pada forum resmi di daerah, penggunaan bahasa daerah di ruang publik, termasuk papan nama instansi/lembaga/badan usaha/badan sosial, petunjuk jalan dan iklan. Peraturan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 tentang bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia menjelaskan dengan sangat rinci mengenai penggunakan bahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Ruang publik di sini jelas bisa nama geografi: nama bangunan, nama gedung, jalan, apartemen, permukiman, perkantoran, lembaga usaha, lembaga pendidikan, dan organisasi.
Nama-nama geografi boleh tidak menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan ayat (1) dan ayat (3) apabila memiliki nilai, sejarah, budaya, adat istiadat, atau nilai keagamaan yang sudah turun temurun. Undang-Undang tersebut adalah bahwa bendera, bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaaan merupakan sarana pemersatu, identitas dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara.
Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (http://badanbahasa.kemdikbud.go.id) merinci tujuan pengutamaan bahasa Indonesia di ruang publik  yakni: (1) memasyarakatkan pemakaian bahasa Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, (2) menanamkan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia, (3) meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa, (4) meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang publik, (5) mendokumentasikan pemakaian bahasa ruang publik di wilayah kabupaten/kota, (6) mengevaluasi pemakaian bahasa di ruang publik, dan membina  pemakaian bahasa yang baik dan benar, dan (7) mewujudkan bahasa di ruang publik yang memartabatkan bahasa Indonesia.
Merujuk pada pemikiran di atas, tugas bersama bagi seluruh elemen bangsa Indonesia untuk menjaga eksistensi bahasa Indonesia. Kesadaran ini harus ditanamkan, ditumbuhkan, dan dilestarikan kepada generasi Indonesia sejak usia dini. Jangan sampai bahasa indoensia menjadi bahasa tamu di negaranya sendiri.
Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ini berarti bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kedudukannya sangat penting sebagai bahasa nasiona; kedudukannya di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan. Pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sesuai Sumpah Pemuda 1928. Kedua, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Dua kedudukan pokok bahasa Indonesia, yaitu (1) sebagai bahasa nasional; (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, kedudukan bahasa Indonesia didasari oleh ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sedangkan sebagai bahasa negara, didasari oleh bunyi UUD 1945, Bab XV, pasal 36, yang menyatakan bahwa bahasa Indoneisa adalah bahasa resmi negara.
Bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa, sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri yang membedakannya dari kebudayaan negara-negara lain.
Pemerintah melalui Badan bahasa sebenarnya telah menyosialisasikan penggunaan istilah-istilah asing baik itu dengan cara mencari padanan katanya ataupun menggunakan adaptasi bahasa. Tetapi dalam hal penertiban, seharusnya pemerintah dapat lebih optimal menertibkan bahasa-bahasa yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007. Tidak hanya dengan teguran-teguran atau tindakan preventif saja, jika dimungkinkan dengan memeberikan sanksi dan denda lakukanlah pemberian sanksi dan denda itu. Sehingga tidak ada lagi instansi, pelaku usaha, dan pengembang terhadap pelanggaran penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.
Sekaitan dengan hal tersebut, para pejabat pembuat kebijakan, para pelaku usaha, dan pihak-pihak lainnya, diharapkan dapat memberikan perhatian pada pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia. Jangan malu dan jangan takut menggunakan bahasa Indonesia sebab kita dilahirakan di Indonesia. (*)


*Dimuat dalam Kolom Perenggan Harian Haluan Sumatera Barat edisi Minggu 31 Desember 2017

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.