Antara Bahagia, Berbahagia, dan Membahagiakan
oleh
Zaki
Fahrizal
Jangan lupa bahagia!
Pada
acara-acara tertentu, kita sering mendengar kata berbahagia. Pemakaian kata berbahagia
sering kali digunakan keliru oleh pejabat atau pembawa acara dalam pidato
sambutannya. Termasuk apa yang baru saja didengar oleh saya. Beberapa hari
kemarin saya sempat menghadiri acara pernikahan sepupu.
Secara tidak sengaja saya mendengar kata berbahagia yang diucapkan
pembawa acara pernikahan itu. saya sempat berpikir apa yang salah pada kata berbahagia yang diucap pembawa acara
itu? Akhirnya saya dapat membedakan setelah proses analisis kekeliruan
terjadi karena kalimat itu tidak efektif. Keidakefektifan kalimat itu karena
faktor kelogisan.
Menurut
Waluyo (2012:54) menjelasakan bahwa kalimat efekif adalah kalimat yang dapat
menyampaikan pesan (informasi) secara singkat, lengkap, dan mudah diterima oleh
pendengar, yang dimaksud singkat adalah hemat dalam penggunaan kata-kata. Hanya
kata-kata yang yang diperlukan yang digunakan. Kata-kata yang mubadzir berarti
pemborosan. Hal demikian diperjelas oleh Rohmadi, dkk. (2014:49) kalimat
efektif kalimat yang komunikatif, mampu menyampaikan pesan, gagasan, perasaan,
maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau saya . Kalimat tersebut harus memenuhi
beberapa kesantunan, di antaranya adalah struktur kalimat harus benar, pilihan
kata tepat, hubungan antar bagian logis, dan ejaan harus benar.
Perhatikan dua kalimat berikut yang mengandung
kata berbahagia:
1) Berbahagia sekali jika semua undangan
dapat hadir...
2)
Pada kesempatan yang berbahagia ini,
saya mengajak Bapak/Ibu untuk...
Kasus penggunaan kata berbahagia (1), yaitu penggunaannya keliru. Mengapa keliru? Kata berbahagia berasal dari kata sifat bahagia, yang diberi awalan ber- sehingga menjadi kata kerja.
Karena kata berbahagia di kalimat itu
mengandung arti merasa bahagia. Perhatikan
prose perubahan kata sifat menjadi kata kerja:
sedih
(KS) ---- bersedih (KK) = merasa sedih
Bahagia
(KS) ---- berbahagia (KK) = merasa bahagia
Jadi agar kalimat (1) menjadi efektif dengan
memerhatikan aspek kelogisan maka kata berbahagia
yang dipakai harus diganti dengan bahagia. Sehingga pembenaran kalimatnya
menjadi (1) Bahagia sekali jika semua
undangan dapat hadir. Kalimat (2) mengapa keliru? Karena ketidaktepatan
penggunaan kata berbahagia. Kata
“pada kesempatan” merujuk pada tempat. Apakah tempat dapat merasakan bahagia
seperti halnya manusia? Bukankah yang merasakan bahagia hanya manusia saja?.
Lagi-lagi kekeliruan terjadi pada tidak struktur kalimat.
Ketidakefektifan kalimat
terjadi pada kalimat (2). Agar arti kalimat (2) menjadi logis, kata berbahagia yang dipakai harus diganti
menjadi membahagiakan atau menyenangkan. Kata membahagiakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
“menjadikan (membuat) bahagia”. Mengapa menggunakan imbuhan mem-kan padahal
masih golongan kata kerja?. Penggunaan imbuhan mem-kan dirasa lebih tepat
tinimbang imbuhan ber- meski sama-sama kata kerja. Apabila ragu dalam
menggunakan kata membahagiakan dapat
diganti dengan kata menyenangkan.
Kekeliruan-kekeliruan kalimat
(1) dan (2) hanya sebagian kecil yang dapat saya bahas. Masih banyak kekeliruan penggunaan kata
bahagia, berbahagia, dan membahagiakan lainnya. Tetapi semoga
dengan pembahasan yang sedikit ini kita dapat tersadar bahwa struktur kalimat
yang benar, pilihan kata tepat, hubungan antar bagian logis, dan ejaan harus
benar dapat memengaruhi tampilan bahasa dalam berkomunikasi dengan komunikan.
Sekian dari saya . Terima kasih. Jangan
lupa bahagia! (*)
*Dimuat
dalam Harian Banten Pos, Kamis 28 Desember 2017
Tidak ada komentar: