SAYA INGIN MENJADI PEGAWAI NEGARA (NEGERI VS NEGARA)
(NEGERI VS NEGARA)
oleh
Zaki
Fahrizal
Tahun ini merupakan tahun di
mana pemerintah kembali membuka seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
atau orang biasa menyebutnya CPNS. Bulan September pemerintah dalam hal ini
melalui beberapa kementeriannya membuka kesempatan bagi warga negara Indonesia
yang ingin mengabdi untuk negara. Banyak warga negara berbondong-bondong
melakukan pendaftaran online demi
mengadu nasib atau untung-untungan bahkan coba-coba barangkali beruntung dapat
lolos seleksi menjadi Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Bagi saya hal ini menjadi
fenomena bulan September atau bahkan sampai bulan November karena
beberapa kementerian melakukan undur-mengundur waktu seleksi. Topik yang
menarik untuk dibahas terlebih saya juga ikut mendaftar hehe.
Tetapi bukan tentang seleksi
penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)-nya yang membuat saya tertarik.
Melainkan kata negeri dalam frasa Calon Pegawai Negeri Sipil.
Sewaktu duduk di bangku kuliah, ketika presentasi materi saya pernah ditegur
keras oleh dosen sekaitan dengan kata negeri.
Saya berpikir dalam hati, apa yang salah dari kata negeri dari frasa luar
negeri. Seusai melakukan teguran, dosen itu membenarkan kekeliruan penggunaan
kata negeri. Menurutnya kata negeri dipakai untuk asal daerah atau
kampung halaman. Contohnya: Debus berasal dari negeri Banten.
Penggunaan kata negara pada saat itu saya terima saja
sarannya, tetapi saya tetap ingin memeriksa sesuai kitab bahasa Indonesia yang
dipunya yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). Sesampainya di
rumah saya coba membuka KBBI, benar
saja, kata negara memiliki arti 1) organisasi
dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati
oleh rakyat; 2) kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu
yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif,
mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan
nasionalnya. Sedangkan kata negeri
memiliki arti 1) tanah tempat tinggal suatu bangsa; 2) kampung halaman; 3)
tempat kelahiran. Ternyata apa yang dikatakan dosen di kelas benar luar negara bukan luar negeri hehe.
Sekarang kembali ke seleksi
penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), mengapa Calon Pegawai Negeri Sipil tidak ditulis Calon Pegawai
Negara Sipil?. Hal itu yang selalu
saya pertanyakan dalam pikiran. Bukankah pemerintah yang mengeluarkannnya?
Contohnya saya alamat surel Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan seperti:
cpns.kemdikbud.go.id. Di laman bagian beranda Kemdikbud jelas terpampang Calon
Pegawai Negeri Sipil. Mengacu pada definisi ‘negara’ yang dibakukan dalam KBBI maka kata negeri dalam Calon Pegawai Negeri
Sipil seharusnya diubah menjadi Calon Pegawai Negara Sipil. Atau kalau mau aman pemerintah bisa menggunakan
singkatan lain seperti Aparatur Sipil Negara
(ASN). Itu mungkin lebih aman, menurut
saya lho.
Kemudian, selain singkatan
Calon Pegawai Negeri Sipil ada
beberapa frasa dalam bahasa Indonesia yang digunakan oleh masyarakat dan
pemerintah rancu pula. Seperti: Menteri
Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, sekolah negeri, perguruan tinggi negeri,
pengadilan negeri, pegawai negeri, yang
menurut KBBI makna di atas, sebaiknya
menjadi Menteri Dalam Negara, Menteri
Luar Negara, sekolah negara, perguruan tinggi negara, pengadilan negara, pegawai negara, jika memang badan-badan itu dibawahi oleh pemerintah secara sah.
Bila kata negara diberi imbuhan ‘ke-an’ menjadi kenegaraan, kata negara
diberi imbuhan ‘wan’ menjadi negarawan,
lalu kata negara diberi imbuhan ‘ber’
menjadi bernegara. Tetapi bagaimana
kalau kata negeri bila diberi imbuhan
‘ke-an’ menjadi kenegerian, kata negeri diberi imbuhan ‘wan’ menjadi negeriwan, lalu kata negeri bila diberi imbuhan ‘ber’ menjadi
bernegeri. Aneh bukan?
Tampaknya pemerintah harus
lebih teliti lagi dalam membuat singkatan atau istilah-istilah yang berkaitan
dengan kata negeri dan negara jangan sampai hal ini membingungkan warga
negara sehingga guru bahasa Indonesia tidak susah-suah dibebani pertanyaan
murid bila ada yang bertanya.
Bagi saya, bahasa Indonesia
itu memang unik, arbitrer (manasuka), dan universal bagi masyarakat Indonesia.
Kata negara dan negeri keduanya bisa saja dipakai sesuai dengan pilihan kata
penuturnya karena dua kata itu bersinonim. Tetapi alangkah lebih baiknya
gunakan pilihan kata yang tepat. Hal ini
perlu menjadi perhatian bagi Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan umumnya untuk memberikan
bimbingan dan sosialisasi Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Baik
dalam arti sesuai situasi penggunaan dan benar dalam arti sesuai kaidah
kebahasaan. Bahasa yang baik dan benar itu
tidak jauh berbeda dari apa yang dikatakan baku. Kebakuan sebuah bahasa sudah
menunjukkan masalah ‘benar’ kata itu.
Sedangkan masalah ‘baik’ tentu tidak sampai pada sifat kebakuan suatu
kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat. Menurut Arifin & Tasai
(2004:22) menjelaskan bahwa pengertian benar suatu kata atau kalimat adalah
pandangan yang diarahkan dari segi kaidah kebahasaan. Contoh: Rumput makan kuda. Kalimat itu benar
menurut struktur karena terdapat subjek (rumput), ada predikat (makan), ada
objek (kuda). Akan tetapi dari segi makna, kalimat ini tidak benar karena tidak
didukung oleh makna yang baik.
Hal
ini jangan dibiarkan berlarut-larut apalagi pengaruh bahasa percakapan
sehari-hari baik melalui ujaran atau pesan singkat di kalangan kita dapat memberikan kontribusi negatif terhadap
perkembangan Bahasa Indonesia.
Saya rasa tidak ada pekerjaan
yang sia-sia daripada menyusun Kamus Besar bahasa Indonesia dan Pedoman Umum
Ejaan bahasa Indonesia yang masih hangat-hangatnya dan sedang gencar
disosialisasikan oleh Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Jangan
sampai hanya karena salah penyebutan kata negeri dan negara menjadi polemik
bahkan viral di media sosial. Jangankan sampai mitra tutur yang kita ajak
bicara salah tafsir hanya karena kekeliruan penggunaan antara kata negara dan
kata negeri.
Semangat bagi calon pegawai
negara!
*Dimuat dalam Harian Umum Banten Pos edisi Selasa 12
Desember 2017 dan Harian Kabar Banten edisi Senin 18 Desember 2017
Tidak ada komentar: