Ads Top

POTRET MASYARAKAT DALAM KARYA SASTRA


POTRET MASYARAKAT DALAM KARYA SASTRA
oleh
ZAKI FAHRIZAL

Karya sastra merupakan cermin masyarakat, potret kehidupan, dan gambaran peristiwa yang terjadi di zamnnya. Dunia di dalam karya sastra dapat disebut tiruan (mimesis). Karya sastra juga sering disebut sebagai “dokumen sosial”. Sebagai dokumen sosial, karya sastra dapat merekam dan mencatat keadaan sosial budaya pada masa karya itu diciptakan. Sebagai dokumen sosial, karya sastra itu juga dapat digunakan untuk melihat rangkaian peristiwa sejarah.
Endraswara (2003: 89) menyatakan bahwa karya sastra yang cenderung memantulkan keadaan masyarakat mau tidak mau akan menjadi saksi zaman. Sesuai apa yang dikemukakan Endraswara bahawa sastra dapat mendokumentasikan sebuah peristiwa pada masa karya itu diciptakan. Seorang penyair atau penulis karya sastra menghasilkan kata-kata untuk memotret sebuah fakta aktual dan imajinatif untuk dijelaskan kepada pembaca.
Sekedar menyebutkan beberapa contoh, Novel Idrus yang berjudul Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma merekam sebuah periode singkat sejarah Indonesia. Salah satu kumpulan cerita berjudul “Jaman Jepang” yang berkisah tentang penderitaan dan semangat revolusi memberi inspirasi kepada kita tentang pentingnya nasionalisme. Selain “Jaman Jepang” beberapa karya Idrus yakni “Ave Maria” berkisah tentang kisah cinta segitiga antara Zulbahri, Wartini, dan Syamsu. Di akhir cerita, Zulbahri memilih mengabdikan diri pada tanah air kemudian bergabung dengan tentara heiho (tentara Jepang di Indonesia).
Selain karya-karya Idrus yang memotret peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat, masih banyak penulis dengan karyanya yang memotret kehidupan di masyarakat. Sekali Peristiwa di Banten karya Pramoedya Ananta Toer contoh lainnya. Pram dalam novel itu mengisahkan tentang kehidupan masyarakat Banten yang begitu menyedihkan (miskin, tidak berdaya, sengsara)  padahal tanahnya subur. Mereka hidup dalam rasa takut dalam kemiskinan padahal bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya. Rentetan peristiwa-peristiwa sejarah pada masa perjuangan rakyat Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaan dan masa mempertahankan kemerdekaan setelah Proklamasi 1945 terekam dalam karya-karya sastra pada masa itu.
Di era revolusi pun terdokumentasi dalam beberapa karya sastra pada masa itu.  Seperti jenis puisi tidak kalah merekam dan mencatat peristiwa-peristiwa penting dan besar. Puisi Karangan Bunga karya Taufiq Ismail, tahun 1966 saat di mana pergolakan politik “Demokrasi Terpimpin” Bung Karno mencapai puncaknya. Terjadi aksi masa yang menewaskan seorang mahasiswa. Puisi dan pengarangnya menjadi karya fenomenal dan monumental. Lewat puisi itu pembaca menjadi tahu, peristiwa yang ingin disampaikan oleh Taufiq Ismail.
Di era Orde Baru juga banyak bermunculan karya-karya sastra atas respon fenomena-fenomena peristiwa yang terjadi di masyarakat. Lalu karya sastra hadir dan merekam peristiwa tersebut. Banyak surat kabar yang diberedel karena memuat karya sastra yang dianggap mengkritik pemerintah terlalu tajam. Bahkan pada masa Orde Baru  karya satra yang bertentangan akan hilang atau dihilangkan dengan sendirinya tanpa sepengetahuan pembaca. Bukan hanya karyanya yang hilang, penciptanya juga akan hilang karena dianggap bertentangan dengan penguasa.
Wiji Thukul seorang aktivis dan penyair yang menjadi korban Orde Baru tahun 1998. Puisi-puisinya mengangkat penuh nyali, berapi, dan nyata. Menyurakan kegelisahan dirinya. Wiji Thukul menjadi diri nya sendiri di puisi yang dia buat. Karena dianggap membahayakan pemerintah pada saat itu. Tanpa jejak, tanpa bekas, dan tanpa kubur dia hilang. Tetapi, kejadian-kejadian itu sampai sekarang terekam dan terdokumentasikan oleh beberapa karya-karya sesudahnya.
Jadi, banyak aspek yang terkandung dalam karya sastra. Membaca karya sastra Indonesia sama dengan membaca setiap peristiwa bersejarah yang terjadi di masyarakat Indonesia. Karya sastra dapat digunakan sebagai cermin perjalanan sejarah atau bahkan perjalanan budaya dan pemikiran bangsa Indonesia. Karya sastra dapat menjadi saksi bicara tentang masa lalu sejarah bangsa Indonesia untuk menatap masa depan Indonesia yang lebih baik.
BERKARYALAH!
TERUSLAH BERKARYA!
TETAPLAH BERKARYA!

*Dimuat dalam Harian Umum  Banten Pos edisi Kamis 7 Desember 2017

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.