Ads Top

BELAJAR HIDUP DARI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY


BELAJAR HIDUP DARI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT  BADUY  
Oleh
Zaki fahrizal

“Lojor teu beunang dipotong
Pondok teu benang disambung
Gede teu beunang dicokot
Leutik teu beunang ditamabah
Mipit kudu amit, ngala kudu menta”.
Jika saya ditanya apa yang dapat dipelajari dari suku  Baduy ? Maka jawabannya,  Baduy  merupakan masyarakat adat yang unik. Mengapa unik?  Baduy  memiliki keunikan dari segi bagaimana mereka mengelola lingkungan.
Di Provinsi Banten terdapat Suku  Baduy. Suku  Baduy  Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi antimodernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku  Baduy  tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat  Baduy  umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara, dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Sudah beberapa kali saya melakukan kunjungan  Baduy. Terhitung sudah enam kali saya berkunjung. Setiap kali saya berkunjung ke  Baduy, memiliki cerita dan pengalaman yang berbeda.
Masyarakat Baduy secara tradisi terus berpegang pada nilai-nilai lokal yang diyakini kebenarannya dan menjadi pegangan hidup yang diwariskan secara turun temurun. Sebagai   kesatuan   hidup,   masyarakat  Baduy memiliki nilai sosial-budaya yang layak dikembangkan  dalam dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat kota zaman ini. Nilai sosial-budaya seperti kesetiakawanan  (solidaritas)   dalam melakukan aktivitas hidupnya. Selain memiliki kesetiakawanan sosial yang tinggi, masyarakat adat juga memiliki budaya luhur lain yang berupa gotong-royong, rendah hati (sederhana), musyawarah, dan kerukunan, serta menghargai alam sebgai sumber kehidupan.
Berkenaan dengan lingkungan, nilai luhur yang dapat dikaji dari masyarakat Baduy yaitu kearifan lokal dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Salah satu bentuk kearifan lingkungan yang ditunjukkan masyarakat  adat   Baduy  adalah  dengan  menjadikan  hutan sebagai tempat yang dikeramatkan. Hutan dijaga dengan berbagai tabu yang berfungsi  sebagai  pengendali  segala  aktivitas  manusia yang  berhubungan  dengan  tempat  tersebut. Ketaatan  pada  tabu  yang  diwariskan  secara turun-temurun menjadikan hutan tetap lestari.  Perhatikan pepatah  Baduy  berikut ini.
Gunung teu beunang dilebur
Lebak teu beunang dirakrak
Buyut teu beunang dirobah
Larangan aya di darat di cai
Gunung aya maungan, lebak aya badakan
Lembur aya kokolota, leuwi aya buayaan
Pepatah-pepatah tersebut diperuntukkan dari berbagai segi dan aspek kehidupan, isinya lebih cendrung pada mengingatkan, menasehati, gambaran berupa ajakan serta simbol-simbol kehidupan dan bukan berupa perintah ataupun larangan apalagi berupa ancaman atau hukuman. Saya memperkirakan pepatah tersebut merupakan undang-undang tidak tertulis mereka yang dijadikan sebagai penuntun dan pedoman hidup mereka dan itu tercermin dalam perilaku kehidupa sehar-hari sejak nenek moyang mereka lahir sampai anak cucunya sekarang. Nilai budaya tersebutlah yang kemudian diyakini sebagai cara paling ampuh dalam mengelola alam.
Sistem budaya lokal merupakan modal  yang  besar,  telah  tumbuh  dan  berkembang secara turun-temurun yang hingga kini kuat berurat-berakar di masyarakat. Oleh karena itu,  penting  untuk  menjaga kearifan lokal, mengingat peranannya  dalam  membantu  penyelamatan lingkungan. Globalisasi juga telah menimbulkan efek samping  berupa  pengikisan  nilai-nilai  luhur budaya  bangsa,  digantikan  dengan  budaya asing  yang  seringkali  bertentangan  dengan budaya yang dianut oleh masyarakat.

Dengan demikian, patutlah kita mencontoh filosofi hidup masyarakat  Baduy. Masyarakat Baduy memiliki nilai sosial-budaya yang layak dikembangkan  dalam dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat kota zaman ini. Nilai sosial-budaya seperti: gotong-royong, rendah hati (sederhana), musyawarah untuk mencapai mufakat, dan kerukunan, serta menghargai alam sebgai sumber kehidupan modal besar bangsa Indonesia menghadapi globalisasi. (*)

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.