BIJAK BERMEDIA SOSIAL (JARIMU, HARIMAUMU!)
(JARIMU, HARIMAUMU!)
oleh
ZAKI FAHRIZAL
Siapa yang tidak tahu media
sosial di zaman serba canggih ini? Setiap orang paling tidak memiliki satu gadget. Coba bayangkan, masyarakat Indonesia
dengan jumlah lebih kurang 260 juta jiwa, memiliki potensi dan pangsa pasar
yang besar bagi berkembangnya gadget.
Rata-rata pengguna gadget yaitu usia
anak-anak, remaja, sampai dewasa. Fungsi gadget
salah satunya yakni berkomunikasi lewat media sosial. Media sosial saat ini
sepertinya sudah menjadi alat yang paling ampuh tidak hanya untuk berkomunikasi
dua arah saja. Tetapi keberadabaan media sosial dapat juga difungsikan untuk mendapatkan
atau menyebar berita, berjualan atau mempromosikan barang dan jasa, serta
digunakan untuk berkampanye bagi pasangan calon di tahun politik.
Beberapa waktu lalu saya
mendengar berita lagi-lagi pelaporan karena efek negatif cuitan media sosial.
Salah seorang artis dilaporkan karena kasus ujaran kebencian lewat cuitannya di
twitter yang menyinggung salah seorang yang sekarang menjadi tersangka.
Sebelumnya juga ramai pemberitaan mengenai salah seorang pengguna instagram
mengomentari postingan di akun instagram pedangdut Dewi Persik menjadi viral.
Dua kasus tersebut hanya sekian dari beberapa kasus yang terjadi karena
kesalahan dalam berekspresi.
Kecepatan dan sifat media
sosial yang mudah untuk dibagikan, berperan dalam penyebaran berita negatif
seperti radikalisme, pelecehan, perpecahan, dan berita palsu (hoax). Wikipedia.org mendefinisikan
pemberitaan palsu (hoax) adalah
informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar. Setiap
pesan yang kita kirimkan hanya butuh satu klik saja untuk menyebar berita,
entah berita itu benar atau berita itu palsu. Satu klik dapat menentukan hidup seseorang. Ada pepatah mengatakan “Kata-kata
Lebih Tajam daripada Pedang”, pepatah demikian bukan mitos belaka. Pada
kenyataannya memang demikian, pedang kalah tajam dibanding lidah karena lidah
dapat melukai hati tanpa menyentuhnya.
Satu dari contoh produk
berkembangnya media sosial yaitu meme.
Wikipedia.org menjelaskan bahwa meme
adalah ide, perilaku, atau gaya yang menyebar dari satu orang ke orang lain
dalam sebuah budaya. Bentuk meme bermacam-macam,
seperti: gambar, video, atau hanya sekadar kata-kata. Meme dapat menyebar dari orang ke orang melalui jaringan sosial,
blog, surel, sumber berita lainnya berbasis web.
Coba perhatikan kalimat yang
terdapat dalam meme berikut:
WISUDA CUMA DITEMANI ORANG
TUA? ITU WISUDA ATAU... BAGI RAPOT???
Membaca kalimat meme di atas ada dua persepsi yang
muncul di kepala pembaca. Pertama, kalimat meme di atas tujuannya baik, yakni
memotivasi pembaca (wisudawan masih sendiri) agar cepat-cepat mendapatkan
pasangan. Kedua, kalimat meme di atas juga dapat menjadi pemicu terjadinya
konflik di media sosial karena membawa nama orangtua. Posisi orangtua serasa
tidak dihargai keberadaannya untuk hadir dalam acara wisuda anak. Apakah yang
ditunggu kedatangannya dalam acara wisuda itu pasangan ataukah orangtua
wisudawan?. Meme ini menjadi ramai
bebrapa waktu lalu, lantaran membawa nama orangtua.
Pengguna media sosial harus lebih berhati-hati
dan tidak mudah membagikan sesuatu ke media sosial. Pemerintah melalui kemenkominfo
telah merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jika
tuduhan salah, sesesorang dapat terkena pidana. Bukan hanya yang membuat berita
hoax, tetapi juga yang
mendistribusikan.
Jarimu Harimaumu. Pertama, pikir
sejenak sebelum posting. Jangan mudah emosi jika. Berbahasalah yang santun.
Bertindak sopan. Sebelum menyebar berita yang didapat, tanyakan apakah beritnya
benar? apakah bermanfaat? Apakah itu penting? Apakah berita itu dapat
menimbulkan kebencian terhadap orang lain? Jika meneruskan berita itu, akankah
memecah-belah?
Kedua, bagi orangtua yakni,
membatasi penggunaan gadget anak. Orangtua harus meninjau kembali
kebermanfaatan gadget anak. Jika tidak terlalu penting lebih baik tidak usah
dibelikan. Jika gadget itu penting dan diperlukan bagi anak terutama anak usia
sekolah, hal itu dibolehkan tetapi tetap dengan pengawasan dan pendampingan.
(*)
*Dimuat dalam Kolom Ruang Publik Harian Banten
Pos, Rabu 27 Desember 2017
Tidak ada komentar: