Ads Top

DEHEGEMONISASI KOSAKATA BAHASA ASING


DEHEGEMONISASI KOSAKATA BAHASA ASING
Oleh
ZAKI  FAHRIZAL

Menyebut kata asing bukan prahara tabu, bukan? Dalam fenomena berbahasa juga terdapat istilah asing dan nonasing. Bahasa Asing itu yang bagaimana? Bahasa nonasing itu bahasa yang seperti apa? Mengapa harus menggunakan Bahasa Asing jika kita dapat menggunakan Bahasa Indonesia? Bukankah Bahasa Indonesia memiliki laksem bahasa yang kaya? Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sering muncul di kepala saya. Mari kita buka pembahasan ini dari hakikat bahasa.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer (manasuka), yang digunakan oleh anggota  suatu  masyarakat  untuk  bekerjasama dan berinteraksi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, di mana dalam komunikasi yang terjadi dari interaksi tersebut, penutur dapat menggunakan lebih dari satu bahasa yang dikuasainya. Akibatnya, terjadi adanya peristiwa kontak antarbahasa dari interaksi tersebut. Fenomena kontak antarbahasa yang dimaksud di antaranya adalah penyerapan unsur Bahasa Asing dalam suatu tindak komunikasi. Pemakaian Kosakata Bahasa Asing sering kali terjadi dalam berbagai percakapan masyarakat, pemakaian kosakata Bahasa Asing dapat terjadi di semua kalangan masyarakat, status sosial seseorang tidak dapat mencegah terjadinya pemakaian kosakata Bahasa Asing.
Coba kita perhatikan di tempat tinggal kita saat ini. Berapa banyak penamaan perumahan yang menggunakan kosakata bahasa Inggris dibanding Bahasa Indoneisa? Atau seberapa banyakkah penamaan nama-nama istilah kosakata Bahasa Asing yang digunakan para pejabat pembuat kebijakan, para pelaku usaha atau pihak-pihak lain yang lebih memilih menggunakan Bahasa Asing dibanding menggunakan Bahasa Indoneisa? Tentu jawabannya sudah tahu. Sebagai contoh, kemarin saya pergi ke tempat penjual buah. Ternyata di belakang tempat penjual buah ada sebuah komplek “GOLDEN PARADISE”. Membaca nama itu, saya jadi makin bertanya-tanya, mengapa menggunakan bahasa Inggris? Bukankah komplek itu berdiri di negara Indonesia? Tidak bisakah menggunakan Bahasa Indoneisa dengan nama “PERUMAHAN SURGA EMAS”? Jika kita memiliki kosakata Indonesia untuk konsep  istilah asing tertentu, mengapa kita tidak memilih dan menggunakan istilah Indonesia dengan rasa bangga?
Dua kedudukan pokok bahasa Indonesia, yaitu (1) sebagai bahasa nasional; (2) sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, kedudukan bahasa Indonesia didasari oleh ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Sedangkan sebagai bahasa negara, didasari oleh bunyi UUD 1945, Bab XV, pasal 36, yang menyatakan bahwa bahasa Indoneisa adalah bahasa resmi negara.
Fungsi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional, yaitu (1) sebagai lambang kebanggaan nasional; (2) sebagai identitas nasional; (3) alat pemersatu seluruh rakyat Indonesia (antarsuku dan antardaerah); (4) alat perhubungan antarwarganegara dan antarbudaya bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia.
Menyikapi pemakaian kosakata Bahasa Asing di dalam Bahasa Indoneisa memang dapat dipertimbangkan misalnya, karena kosakata Bahasa Asing tersebut tidak ada padanannya dalam Bahasa Indoneisa.  Baik kosakata Bahasa Asing dan Bahasa Indoneisa harus digunakan dengan baik dan benar, menyikapi penggunaan kosakata Bahasa Asing bergantung kepada kesiapan mental individu dalam berkomunikasi.
Kosakata Bahasa Asing yang diserap ke dalam Bahasa Indoneisa di satu sisi memang memperkaya khazanah Bahasa Indoneisa. Bahasa Indoneisa saat ini pun banyak menyerap kosakata Bahasa Asing dengan cara mengadaptasi bahasa. Model adaptasi adalah model penyerapan unsur kosakata Bahasa Asing yang lafal dan tulisannya disesuaikan dengan Bahasa Indoneisa. Djajasudarma (Hasani 2013:79) menjelaskan bahwa unsur serapan kosakata  Bahasa Asing ke dalam Bahasa Indoneisa tidak hanya terbatas pada masalah lafal, tetapi melibatkan huruf, ejaan, imbuhan (afiksasi), makna dan bentuk baru secara analogi akibat unsur budaya baru.
Boleh saja kita menggunakan Bahasa Asing sesuai dengan keperluan dan  sesuai juga dengan kaidah yang berlaku. Memakai kosakata Bahasa Asing memang tidak haram, tetapi alangkah lebiih baik jika menggunakan Bahasa Indoneisa yang sesuai kaidah. Mencari padanan katanya mungkin lebih baik dibanding mengadopsi Bahasa Asing. Penyerapan kosakata Bahasa Asing membuat Bahasa Indoneisa menjadi tidak kaku dan dapat menambah khasanah kebahasaan bangsa Indonesia. Tetapi kosakata Bahasa Asing juga dapat membuat Bahasa Indoneisa rusak. kosakata Bahasa Asing membuat Bahasa Indoneisa kehilangan jati diri di tengah-tengah geliat zaman yang semakin tidak mengenal batas-batas wilayah.
Uusaha Pemerintah melalui Badan bahasa sebenarnya telah menyosialisasikan penggunaan istilah-istilah asing baik itu dengan cara mencari padanan katanya ataupun menggunakan adaptasi bahasa. Tetapi dalam hal penertiban, seharusnya pemerintah dapat lebih optimal menertibkan bahasa-bahasa yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2007. Tidak hanya dengan teguran-teguran atau tindakan preventif saja, jika dimungkinkan dengan memeberikan sanksi dan denda lakukanlah pemberian sanksi dan denda itu. Sehingga tidak ada lagi instansi, pelaku usaha, dan pengembang terhadap pelanggaran penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik.
Sekaitan dengan hal tersebut, para pejabat pembuat kebijakan, para pelaku usaha, dan pihak-pihak lainnya, diharapkan dapat memberikan perhatian pada pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia. Jangan malu dan jangan takut tidak menggunakan Bahasa Indoneisa yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai situasi penggunaan dan benar dalam arti sesuai kaidah kebahasaan. Jangan dibiarkan berlarut-larut apalagi pengaruh bahasa percakapan sehari-hari baik melalui ujaran atau media sosial di kalangan kita dapat memberikan kontribusi negatif terhadap perkembangan Bahasa Indoneisa. Bukan anti asing melainkan mencari padanan lebih baik ketimbang menggunakan Bahasa Asing ataupun bahasa daerah. Bahasa Indoneisa tidak kalah unik dan bernilai tinggi dibanding Bahasa Asing yang terdapat di dunia. (*)



*Dimuat dalam kolom Wacana Publik Harian Radar Banten edisi Rabu 20 Desember 2017

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.