FENOMENA MANTRA JARAN GOYANG
Oleh
Zaki
Fahrizal
Akhir-akhir ini kita sering
didengarkan oleh lantunan lagu Jaran
Goyang Jaran Goyang. Mengapa didengarkan? Bukankah
seharusnya mendengarkan?. Ya benar, bahwa lagu itu tanpa kita sadari masuk
sendiri ke telinga tanpa diminta. Seseorang yang tadinya enggan mendengarkan
tetapi karena pemutaran lagu Jaran
Goyang di sekeliling kita lebih dominan
maka mau tidak mau suka tidak suka lagu itu juga masuk ke telinga. Masuknya
lagu Jaran Goyang ke telinga kita secara terus menerus membuat
kita menjadi hafal, bukan?
Ini juga yang terjadi kepada saya. Entah sejak
kapan saya hafal beberapa penggal liriknya. Bahkan tanpa disadari saya juga menyanyikan
secara spontan entah itu latah atau apa namanya. Hati dan pikiran tidak sesuai
dengan kemauan mulut. Mau tidak mau keluarlah lagu Jaran Goyang hehe. Media sosial Instagram dikejutkan oleh video aksi paduan suara mahasiswa
Universitas Jember. Mereka membawakan lagu
Jaran Goyang dalam acara wisuda
periode III Tahun Akademik 2017/2018 pada 4 November yang kemudian menjadi
viral. Sebegitu ampuhkah mantra Jaran
Goyang sampai dibawakan pada acara yang
sifatnya formal? Senat dan peserta wisuda pun terhibur bahkan ada yang ikut
bernyanyi. Mantra yang ampuh, bukan?
Fenomena Mobil Goyang *eh maksudnya lagu Jaran Goyang ini menjadi viral berkat penyanyi dangdut
bernama Nella Kharisma. Kalau Mobil Goyang
tidak usah dibahas karena sudah tidak menjadi fenomena sebab sudah biasa
terjadi. Kembali ke Nella Kharisma, Nella Kharisma membawakan lagu Jaran Goyang di beberapa kesempatan baik itu acara off air maupun on air. Di beberapa kesempatan juga penyanyi populer seperti Nassar
Sungkar, Ayu Tingting, Soimah, Trio Macan dan lain-lainnya sering membawakan
lagu ini. Tidak hanya nama Jaran Goyang , kata-kata dalam lirik lagunya
pun mengarah pada jenis mantra ilmu penakluk hati seseorang.
Berikut ini penggalan lirik
lagu Jaran Goyang yang dibawakan Nella Kharisma: Apa salah dan dosaku, sayang. Cinta suciku
kau buang-buang. Lihat jurus yang kan ku berikan. Jaran Goyang , Jaran Goyang . Sayang, janganlah kau waton
serem. Hubungan kita semula adem. Tapi sekarang kecut bagaikan asem. Semar
mesem, semar mesem.
Penggalan lirik lagu Jaran Goyang di atas begitu mistis bukan? Ada semacam mantra
khusus untuk menaklukan seseorang yang diincarnya. Tetapi berkat lagu dangdut
berjenis kolpo lirik lagu Jaran Goyang menjadi tidak seseram dan semistis yang
dibayangkan. Semua kalangan dapat menyanyikan lagu ini tanpa batasan usia. Di
warung makan, mall, bus, tempat
senam, dan masih banyak lagi tempat-tempat yang memutar lagu Jaran Goyang.
Sekaitan lirik lagu Jaran Goyang yang menyerupai mantra juga perlu mendapat
perhatikan untuk dibahas. Mungkin kita mengenal Sutardji Calzoum Bachri yang
isi puisinya mengembalikan fungsi kata seperti dalam mantra. Sampai beliau
mendapat jukukan Bapak Mantra Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring edisi V menjelaskan
bahwa mantra adalah 1) perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib (misalnya
dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya): upacara itu dimulai
dengan pembacaan; 2) susunan kata berunsur puisi (seperti rima, irama) yang
dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang
untuk menandingi kekuatan gaib yang lain; 3) kata atau frase yang diulang-ulang
untuk tujuan pengobatan.
Ternyata Sutardji Calzoum
Bachri sudah lebih dahulu memperkenalkan mantra ke publik sebelum viralnya lagu
Jaran Goyang. Sutardji Calzoum Bachri lebih menggunakan mantra sebagai susunan
kata sehingga menimbulkan nilai rasa bagi yang membaca dan mendengarnya. Setiap
daerah di Indonesia juga kemungkinan memiliki jenis dan gaya mantra disesuaikan
dengan peruntukannya. Bagaimana dengan Banten? Pasti ada, tetapi bukan Jaran
Goyang.
Menurut Hasnan Singodimayan (Kompas.com,
27/11/2017) menjelaskan jika nama Jaran
Goyang adalah mantra yang menjadi bagian
dari sastra lisan yang dimiliki oleh masyarakat Suku Osing Banyuwangi. Mantra
ini bukanlah ilmu untuk menyakiti atau membunuh, melainkan untuk menyatukan dua
orang agar bisa menikah atau memisahkan kedua orang yang mencintai agar bisa
menikah dengan pasangan pilihan keluarganya.
Begitu juga dengan nama Jaran Goyang yang diambil dari perilaku kuda yang sulit
dijinakkan. Namun, jika sudah jinak, kuda dapat dikendalikan. Hal ini
dianalogikan dengan perasaan cinta seseorang. Kata Jaran Goyang jika diartikan secara langsung adalah kuda
goyang. Korban terbanyak dari mantra Jaran Goyang ini adalah perempuan dibandingkan laki-laki.
Selain Jaran Goyang, ada beberapa mantra lain yang
sifatnya meluluhkan hati seseorang yang diincar, seperti Semar Mesem, Kebo
bodoh, dan mantra-mantra pelet lainnya. Mantra-mantra tersebut sebagian atau
keseluruhan warisan-warisan leluhur. Yang diturunkan dari genarasi ke generasi.
Mantra-mantra tersebut juga memiliki kelemahan dan kelebihan. Selain kelemahan
dan kelebihan mantra-mantra juga biasanya memiliki efek samping yang harus
dipikirkan jika ingin menggunakannya. Namun kita jangan takut dengan mantra-mantra yang tersebut.
Tidak ada kekuatan dan daya
upaya selain kekuatan Tuhan YME. Berdoa, mendekatkan diri, menjalankan perintah
dan menjauhi larangan-Nya akan membuat kita terhindar dari serangan
mantra-mantra negatif. Kemudian dari segi nilai sastra, mantra Jaran Goyang juga bagian dari sastra lisan perlu
mendapatkan perhatikan. Kita jangan menutup diri terhadap mantra-mantra.
Mantra-mantra juga perlu mendapatkan perhatian, sebab mantra juga warisan
budaya masyarakat Indonesia. Mantra menjadi khazanah sastra Indonesia selain cerita
rakyat berbentuk dongeng. Setiap daerah pasti memiliki jenis dan gaya mantra
disesuaikan dengan peruntukannya. (*)
*Dimuat dalam kolom Ruang Publik Harian Umum
Banten Pos edisi Jumat 22 Desember 2017
Tidak ada komentar: