Ads Top

CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA: SIKAP INDIVIDU DAN MEDIA SOSIAL


CAMPUR KODE BAHASA INDONESIA: SIKAP INDIVIDU DAN MEDIA SOSIAL

oleh

ZAKI FAHRIZAL

Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, manusia dapat berinteraksi. Dalam berinteraksi dibutuhkan komunikasi. Komunikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu lisan dan tulisan. Komunikasi yang dilakukan secara lisan berarti seseorang itu dapat langsung menyampaikan pesan kepada lawan bicara. Sedangkan, komunikasi yang dilakukan secara tulisan dapat berupa surat menyurat, membuat slogan, membuat iklan, atau bahkan membuat status di media sosial.
Siapa yang tidak tahu media sosial di zaman serba canggih ini? Setiap orang paling tidak memiliki satu gadget. Coba bayangkan, masyarakat Indonesia dengan jumlah lebih kurang 260 juta jiwa, memiliki potensi menjadi pangsa pasar yang besar bagi berkembangnya media sosial. Rata-rata pengguna media sosial yaitu usia anak-anak dan remaja. Media sosial saat ini sepertinya sudah menjadi alat yang paling ampuh tidak hanya untuk berkomunikasi dua arah saja. Tetapi keberadaan media sosial dapat juga difungsikan untuk mendapatkan atau menyebar berita, berjualan atau mempromosikan barang dan jasa, serta digunakan untuk berkampanye bagi pasangan calon di tahun politik.
Kecepatan dan sifat media sosial yang mudah untuk dibagikan, berperan dalam penyebaran fenomena bahasa pupular. Beberapa waktu lalu, muncul kata-kata pupular seperti: eta terangkanlah, tercyduk, generasi otak micin, dll. Kata-kata tersebut muncul dan menjadi bahasa pupular berkat sifat media sosial yakni mudah dibagikan dan mudah diakses oleh beberapa kalangan. Media sosial telah menghapus sekat-sekat wilayah, setiap orang dapat mengakses media sosial asalkan memiliki gadget dan kuota internet.
Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer (manasuka), yang digunakan oleh anggota  suatu  masyarakat  untuk  bekerjasama dan berinteraksi. Manusia berinteraksi dengan sesamanya, di mana dalam komunikasi yang terjadi dari interaksi tersebut, penutur dapat menggunakan lebih dari satu bahasa yang dikuasainya. Akibatnya, terjadi adanya peristiwa kontak antarbahasa dari interaksi tersebut. Fenomena kontak antarbahasa yang dimaksud di antaranya adalah campur kode dalam suatu tindak komunikasi. Campur kode sering kali terjadi dalam berbagai percakapan masyarakat, campur kode dapat terjadi di semua kalangan masyarakat, status sosial seseorang tidak dapat mencegah terjadinya campur kode.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Kridalaksana (2001: 32) merinci campur kode sebagai penggunaan satuan bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa; termasuk di dalamnya pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
Campur kode tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur kode digunakan biasanya tidak disadari oleh pembicara atau dengan kata lain reflek pembicara atas pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya.
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar (outer code-mixing) dan campur kode ke dalam (inner code-mixing). Pertama, campur kode e luar  yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa asli yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya Bahasa Indonesia – bahasa Inggris – bahasa Jepang, dll. Kedua, campur kode ke dalam (Inner Code-Mixing), yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Contohnya Bahasa Indonesia-Bahasa Sunda-Bahasa Jawa-Bahasa Indonesia, dll.
Fenomena  campur kode yang terjadi di media sosial didominasi oleh campur kode keluar (outer code-mixing), berupa penyisipan unsur bahasa asing. Kini kata-kata yang sedang popular di Instagram yakni “Kids Jaman Now” disertai foto. Tidak hanya di instagram, media sosial lain seperti facebook juga menjadi ramai dengan tulisan “Kids Jaman Now” dengan foto yang berbeda. Foto bagi saya tidak terlalu menarik, melainkan saya tertarik dengan tulisan (1) “Kids Jaman Now”. Bahkan sampai terbentuk akronim baru “Janow”. Bila diartikan dalam Bahasa Indonesia, Kids = Anak-anak, Jaman = sesuatu yang menunjukkan waktu (Zaman), dan Now = Sekarang atau Saat ini. Bila disusun menjadi kalimat menjadi (2) “Anak-anak zaman sekarang”. bukankah lebih mudah menggunakan Bahasa Indonesia dibanding Bahasa Inggris?
Campur kode memang tidak haram, tetapi alangkah lebiih baik jika menggunakan bahasa yang sesuai kaidah. Campur kode membuat Bahasa Indonesia menjadi tidak kaku dan dapat menambah khasanah kebahasaan bangsa Indonesia. Tetapi campur kode juga dapat membuat Bahasa Indonesia rusak. Campur kode membuat Bahasa Indonesia kehilangan jati diri di tengah-tengah geliat zaman yang semakin tidak mengenal batas-batas wilayah.

Hal ini perlu menjadi perhatian bagi Badan Bahasa Provinsi khususunya dan Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan umumnya untuk memberikan bimbingan dan sosialisasi Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Baik dalam arti sesuai situasi penggunaan dan benar dalam arti sesuai kaidah kebahasaan. Jangan dibiarkan berlarut-larut apalagi pengaruh bahasa percakapan sehari-hari baik melalui ujaran atau media sosial di kalangan kita dapat memberikan kontribusi negatif terhadap perkembangan Bahasa Indonesia. Mencari padanan lebih baik ketimbang menggunakan bahasa asing ataupun bahasa daerah. Bahasa Indonesia tidak kalah unik dan bernilai tinggi dibanding Bahasa Asing yang terdapat di dunia. (*)

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.