ELEGI HUMAIROH
Karya
Zaki Fahrizal
Subuh yang dingin. Dinginnya teresap
ke bagian tubuh paling dalam. Rembulan nampaknya masih betah dengan tugasnya
semalam. Ia nampak enggan berpamitan. Suara panggilan ibadah pun seakan tak
terdengar tadi pagi. Aah ternyata jarum
waktu begitu melenakan aku. Aku begitu asik dengan kehangatan pagi dan tidurku.
***
Namaku Humairoh, namun
teman-teman di kampungku selalu memanggil aku dengan sebutan Iroh atau bahkan
nama ejekanku yang disematkan kedua temanku Suti dan Weni menjadi Imok.
Begitulah mereka memanggil aku. Aku tak begitu masalah dengan
panggilan-panggilan tersebut. Bahkan panggilan yang lebih parah dan keterlaluan
pun sudah aku dapati dari teman-teman sekolah. Yaa mereka mamanggilku dengan
sebutan Gembel. Begitu menghinakan memang, tapi apalah sebutan sebuah nama
kalau kita tak merasa dan tak melakukan apa-apa yang mereka sebut. Bagiku nama
hanyalah sebuah kumpulan huruf-huruf yang tersusun menjadi beberapa kata.
Meskipun ada yang mengatakan bahwa nama adalah sebuah cita-cita yang diamini
oleh orang tua. Tetapi itu sebuah cita-cita atau hanya sebatas angan-angan atau
bahkan obsesi orang tua yang mendapat bisikan-bisikan tetangga? Sudahlah
perkara penamaan memang jika dibahas tidak akan ada habisnya, perlu waktu yang
cukup lama untuk membahas sebuah kata dalam nama dan itu membuat waktu habis
sia-sia.
Aku kini menjadi siswa kelas
10 di sebuah SMK yang dibilang orang merupakan sekolah cukup favorit di kota
ku. Ya sekolahku terkenal karena mengahasil lulusan-lulusan yang berhasil
diterima oleh pabrik-pabrik, hotel-hotel bintang tiga, bahkan sampai
kantor-kantor dinas yang memakai jasa lulusan sekolahku meski menjadi pegawai pembantu.
SMK Negeri 1 Pertiwi nama sekolahku ini, sudah sedari SMP aku mengimpikan masuk
SMK itu. Awalnya aku ingin mengambil konsentrasi jurusan perkantoran, tetapi
jalan nasib berbelok. Akhirnya aku ditakdirkan masuk konsentrasi jurusan
perhotelan. Ya sudah aku terima dan aku imani semoga ini menjadi takdir yang
menguntungkan bagi ku. Aku dapat belajar maksimal sampai nanti lulus dan di tempatkan
di sebuah hotel untuk bekerja.
Berbicara keluarga, aku
merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Jadi aku memiliki adik lebih
kurang tiga orang. Dari sini dapat dilihat bahwa aku sebagai anak sulung
mempunyai kewajiban atau tanggung jawab besar menjadi tulang punggung
keluargaku. Ayah seorang karyawan swasta
di sebuah perusahaan besar di ibu kota negara. Berangkat petang pulangpun
petang. Berangkat ketika aku masih sibuk membuat akhir cerita dengan
mimpi-mimpi indahku, pulang ketika aku baru memulai tahapan-tahapan mimpi-mimpi
indahku. Tapi itu dulu sebelum terkena PHK, sekarang ayah hanya seorang “dokter”. Kata dokter bukan dalam makna yang
sebenarnya. Hanya sebuah akronim dari dua kata “dodok” dan “muter”. Terdengar
aneh memang, itu akronim Bahasa Jawa yang diberikan oleh tetangga-tetanggaku
kini. Kini ayah hanya seorang tukang becak. Profesi yang semakin hari semakin
tersisih dari modernitas tidak pandang kasta dan dusta. Tetapi dengan begitu
aku bersyukur masih diberi nikmat, dengan begitu aku semakin dapat melihat
ayah. Dahulu itu menjadi sesuatu yang susah untuk dilakukan. Ohh iya, aku belum
bercerita tentang ibu. Ibuku hanyalah seorang wanita paruh baya dan sudah
memasuki usia tua tetapi belum begitu tua. Untuk membantu agar dapur tetap
“ngebul”. Ibu berjualan macam-macam makanan gorengan. Setiap pagi aku dan ibu
bangun lebih awal untuk memasak gorengan-gorengan tersebut. Lalu siang harinya
ibuku keluar rumah berkeliling ke kampung-kampung bahkan ke komplek-komplek.
Pernah sewaktu berkeliling ke komplek, ibu terbayang rumah dahulu yang kami
miliki. Rumah dengan pagar tanaman hijau asri, bangunan dua lantai kokoh selalu
menemani hari-hari ibu. Tapi itu dahulu sebelum ayah kena PHK. Tetapi tidak
apa-apa, meski kini kami hidup di rumah sederhana tetapi itu membuat kami jauh
lebih bersyukur.
***
“Din, sore ini kamu mau ikut
aku ketemu pelangganku tidak?”, ajak aku ke Dini.
“Sore ini? Baiklah aku ikut,
jemput di tempat biasa ya”, jawab Dini dengan raut senang.
Begitulah keseharian aku. Aku
sehari-hari berjualan kerudung dan baju-baju perempuan. Dibantu teman sekolahku
bernama Dini. Barang-barang tersebut aku jual dengan dengan memanfaatkan media
sosial yang sedang digandrungi anak-anak seumuranku. Terkadang aku menjualnya secara
langsung bertemu dengan calon-calon pembeli. Sistem pengiriman barangpun
dilakukan dengan banyak cara, melalui COD “Cash
on Delivery”. Dari akar kata
"cash" dan "delivery", sebenarnya sudah bisa kita simpulkan
bahwa COD adalah layanan di mana
konsumen/pembeli sepakat dengan penjual untuk membayar ketika barang yang
dibelinya sampai ke alamat pengiriman atau via transfer dan mengirim
barang pesanan melalui jasa pengirimian yang sudah banyak saat ini.
Bisnisku ini ternyata efektif
membantu aku memenuhi kebutuhan aku sekolah. Alhamdulillahnya aku terbantu
dengan program beasiswa dari pemerintah yang aku terima. Jadi dari bisnis jual
barang-barang itu aku gunakan hanya untuk membeli buku dan kebutuhan-kebutuhan
tugas. Sisanya aku tabung dan aku berikan ibu untuk membeli beras. Ya bisnis
jual beli ini memang sedang naik daun saat ini, tetapi kita harus jeli untuk
tak cepat percaya terhadap konsumen atau pembeli yang mencurigakan. Banyak
kejadian yang dialami oleh teman-teman sekelasku yang tertipu oleh pembeli yang
tak bertanggung jawab. Begitupun aku, pernah tertipu oleh pembeli yang mengaku sudah transfer dengan
menunjukkan faktur transfer dan aku dengan bodohnya percaya begitu saja
meng-iya-kan dan langsung mengirim barang pesanan melalui jasa pengiriman.
Setelah cek tabunganku ternyata saldoku tak bertambah. Aku penasaran. Kulangkahkan
kakiku ke rumah Dini dengan tergesa. “Din, bantu aku”. “Adapa apa Um?” jawab
Dini dengan kegat.
“Saldo di tabunganku kok tidak
bertambah, padahal dia (pembeli) sudah transfer dan menunjukkan bukti
tranfernya” cetus aku dengan perasaan menggebu.
“Sabar..tenang... coba aku
lihat mana bukti transfernya?” tanya Dini.
“Ini lihatlah”
“Ternyata kamu kurang teliti,
lihat baik-baik. Tanggal fakturnya tidak sama dengan tanggal hari ini” seru
Dini kepada aku.
Ternyata apa yang dikatakan
dini benar bahwa tanggal faktur dan tanggal transfer berbeda. Aku telah ditipu
dan dikelabui oleh pembeli yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa tersebut
menajdi pelajaran untuk aku saat itu. Meski kejadiannya sudah lama, tetapi
kejadian itu masih teringiang-ngiang dan membekas.
***
Hari ini aku pulang cepat dari
sekolah. Try out Ujian Nasional sudah
aku kerjakan dengan maksimal. Hari ini
aku akan mendapat 3 pesanan. Semuanya meminta COD. Aku sanggupi semua COD
tersebut. Aku ajak Dini seperti biasa. Aku berencana setelah COD, aku akan
mengajak Dini ke tempat makan karena dia berhasil mendapat nilai Try Out Ujian Nasional tertinggi di
kelasku. Ini keberapa kalinya aku kalah oleh Dini, tetapi aku tidak dengki
malah sebaliknya aku sangat bangga mempunyai seorang sahabat pintar dan
pengertian seperti dia. Siang pukul 02.00 aku meminta izin ke ayah untuk
meminjam motor. Ayah sempat ragu untuk memberikan izin. Tetapi aku meyakinkan
kalau aku tidak pergi sendiri. Aku ditemani Dini. Aku berjanji kalau aku tidak
pulang malam. Akhirnya ayah mengizinkan dan meimnjamkan motornya. Aku pamit ke
ayah dan ibu. Entah kenapa ketika aku pamit ke mereka ada rasa yang sesak dan
tidak enak dalam hati. Aku melihat ke ayah dan ibu. Kupandang sejenak. Lalu aku
gas motor dengan tenang. Dini telah menunggu di depan rumahnya. Aku pinjami dia
helm dan kita langsung pergi ke tempat
COD yang pertama. Perjalanan kami berdua aman dan lancar. Lamu merah
kami lewati, jembatan kami sebrangi. Perasaan tak enak tadi ketika aku pergi
dari rumah sedikit demi sedikit hilang. Mungkin ini karena canda tawa dan
asiknya obrolan kami di motor. COD pertama selesai. Pelanggan COD pertama
merupakan pelanggan setiaku. Ia sepertinya pus dengan produk-produkku. Kami
melanjutkan COD tempat selanjutnya. COD tempat kedua tidak begitu jauh dengan
COD tempat pertama. COD tempat kedua selesai.
Kami lanjut ke COD tempat
ketiga. COD tempat ketiga jaraknya jauh. Berbekal GoogleMap untungnya Dini hafal arahnya. COD tempat ketika sukses
diselesaikan. Tetapi waktu sudah sore menjelang magrib. Ya lebih tepatnya pukul
06.10. kami mampir ke sebuah tempat makan di pusat perbelanjaan. Musala di
tempat makan mengingatkan kami akan tugas kami sebagai muslim. Melihat pembeli
makan yang antre lumayan panjang. Akhirnya kami putuskan untuk salat terlebih
dahulu. Salat pun selesai. Kami antre cukup lama. Akhirnya makanan pun di
dapatkan. Saat makan tiba-tiba perasaan ku kembali tidak enak. Ada sesuatu yang
mengganjal. Aku seperti ingin menangis tapi tidak bisa. “Apakah ini yang
dinamakan firasat?” tanyaku dalam hati. Jarum jam di dinding warna merah tempat
makan menunjukkan pukul 08.00. Aku lupa kalau aku janji pulang sore ke ayah.
Bodohnya aku sampai lupa dengan waktu pulang. Akhirnya ku ajak Dini pulang. Aku
pulang dengan perasaan bersalah. Sepanjang perjalanan aku dan Dini kali ini
tidak banyak mengobrol. Sebetulnya dini mengajak mengobrol tetapi pikiranku
sedang tidak fokus. Pikiranku terbagi. Rasa bersalah, janji, khawatir pokonya
campur aduk. Tetapi Dini sepertinya mengerti akan sikap aku seperti itu. Ku
antar Dini sampai pintu rumahnya. Aku pamit ke Dini kemudian langsung ku tekan
gigi satu motor, gas pun aku tarik. Dini perjalanan menuju rumah perasaan
semakin menjadi-jadi. Takut. Rasa bersalah. Menghantui batinku.
Deeek!
Deeekkk!
“Ini apa?” pikirku dalam hati
Tiba-tiba seketika tubuhku
kaku. Punggungku seperti tertusuk. Semuanya gelap.
Aku sadar ketika aku sudah di
rumah. Orang-orang memandangiku dengan mata berlinang. Tubuhku masih kaku dan
lemas. Sakit di seluruh tubuhku. Ingin menangis tetapi tidak bisa. Kepalaku diusap-usap
ibu. Ayah hanya berdiri di samping adik-adik.
***
Dua hari kemudian, saat sudah
dapat duduk dan bercakap. Aku diceritakan oleh ayahku bahwa aku telah mengalami
pembegalan sepeda motor. Ayah bercerita, kalau aku ditemukan tetangga yang satu
RT saat melintas di jalan ketika malam aku mengalami pembegalan. Getir terasa,
hatiku sakit. Lebih sakit dari luka yang kudapati. Pipiku basah seketika. Aku
merasa bersalah. Aku telah melalaikan kepercayaan yang diberikan ayah. Ayah
memeluk dan mencoba menenangiku. Aku meminta maaf ke ayah. Aku insyafi semua
kesalahanku. Ini menjadi pelajaran bagi ku. Semoga tidak terulang kembali
kejadian ini. Sejak saat itu aku semakin berhati-hati dalam mengendarai motor.
Aku tidak berani keluar malam hari kalau hanya sendiri. (*)
*Dimuat dalam laman www.sastraflores.com
Tidak ada komentar: