Ads Top

PERMAINAN TRADISIONAL YANG MULAI DITINGGALKAN


PERMAINAN TRADISIONAL YANG MULAI DITINGGALKAN
OLEH ZAKI FAHRIZAL

Membaca opini  Hal Baik yang Punah yang ditulis AS Laksana di salah satu koran lokal Banten pada 15 Desember 2017 mengingatkan saya akan topik diskusi dengan bebeapa guru di sekolah. AS Laksana dalam tulisannya membahas tentang hal-hal menyenangkan dan dia sukai semakin ditinggalkan orang. Misalnya dongeng sebelum tidur. Padahal, kegiatan mendongeng sebelum tidur merupakan kegiatan paling intim antara orang tua dengan anaknya. Selain itu, kegiatan mendongeng dapat mengantarkan anak-anak tumbuh menjadi manusia dewasa.
Saya juga kadang merasa seperti itu, hal-hal menyenangkan dan yang saya sukai semasa kecil akhir-akhir ini mulai ditinggalkan orang. Misalnya permainan tradisional. Di antara sejumlah permainan tradisional tersebut yakni layang-layang, congkak, gasing, petak umpet, engkle, lompat tali/karet, senapan bambu, ular tangga, enggrang, dan lain sebagainya.
Anak zaman sekarang identik dengan teknologi  digital. Bermodalkan smartphone di tangan, permainan digital seperti Mobile Legend, Angry Birth, Super Mario Run, Criminal Case, dan lain sebagainya dapat dimainkan. Playstation juga komputer menambah anak zaman sekarang lebih tertarik dengan permainan digital.
Lalu pertanyaannya, apakah anak zaman sekarang mengetahui bentuk congkak? Mengetahui bagaimana cara membuat gasing dari kayu? Atau mengetahui proses pembuatan layang-layang yang dapat diterbangkan?
Permainan tradisional sarat makna dan filosofi kehidupan. Bagi saya, permainan tradisional merupakan produk budaya masyarakat dan identitas bangsa Indonesia di tengah kemajuan teknologi. Melalui permainan tradisional kita dapat belajar berbagai sifat dan perilaku hidup yang baik. 
Permainan gasing mengandung filosofi kehidupan. Gasing merupakan mainan yang dapat berputar pada porosnya karena ada faktor keseimbangan. Begitu juga dengan kehidupan, kita dituntut untuk seimbang jika ingin sejahtera. Selain makna keseimbangan, permainan gasing juga dapat dimainkan berkelompok. Dengan bermain gasing secara berkelompok, anak mendapat pengalaman sosial dengan teman sebayanya.
Selain gasing, permainan yang tidak kalah asik dan menantang yakni bermain layang-layang. Di beberapa daera, layang-layang dimainkan sebagai ritual tertentu biasanya berkaitan dengan proses pertanian. Layang-layang biasanya dimainkan pada musim kemarau, embusan angin kencang selalu ditunggu bagi pecinta layang-layang. Layang-layang juga ada beberapa jenis, yakni layang-layang hias dan layang-layang adu. Layang-layang hias biasanya dibuat lebih besar dan memiliki tampilan yang menarik. Selain dari segi tampilan, layang-layang hias juga dilengkapi dengan sendaringan (peteng) yang berbunyi ketika terkena angin. Sedangkan layang-layang adu biasanya terbuat dari kertas, bentuknya lebih kecil dibanding layang-layang hias, dan menggunakan benang gelasan. Layang-layang adu juga dapat dibuat sendiri, cukup sediakan bambu, benang jahit, lem, dan kertas bekas. Layang-layang tidak akan dapat terbang jika bisa memahami arah dan kekuatan angin. Perlu kesabaran, strategi dan trik yang jitu untuk menerbangkan layang-layang. Sungguh permainan tradisional yang penuh filosofi.
Permainan digital dan permainan tradisional keduanya merupakan sama-sama permainan, namun keduanya memiliki dampak yang berbeda. Dampak permainan digital di yakni: menimbulkan sikap individualistis, menjadikan anak tertutup, dan lain sebagainya. Sedangkan dampak positif permainan tradisional yakni: berinteraksi sosial dengan teman,  menjadi anak mandiri, permainan traisional yang dibuat sendiri maka anak akan menghargai proses pembuatan.
Jadi, permainan tradisional jika dilihat dari makna dan filosofi jauh lebih baik dibandingkan dengan permainan digital. Saya berharap dapat terus melihat dan merasakan permainan tradisional. Sebenarnya upaya pelestarian permainan tradisional dapat dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja. Misalnya dengan cara menggelar lomba permainan tradisional pada acara-acara tertentu, menyisipkan lomba permainan tradisional pada kegiatan-kegiatan diskusi/outbond, dan menggelar permainan tradisional pada acara biasa.  Hal baru diciptakan, sebagian hal baik ditinggalkan. Jangan sampai anak-anak masa kini tidak tahu permainan orangtuanya dahulu. (*)

*Dimuat dalam Harian Banten Pos, Senin 29 Januari 2018

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.