Ads Top

KETERAMPILAN BERBICARA (4 ASPEK BERBAHASA INDONESIA)

2.1  Berbicara
2.1.1  Pengertian Pengetahuan Berbicara
Kata pengetahuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988:884) adalah kepandaian, segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Menurut Abidin (2013: 96-97) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilaksanakan manusia dalam kegiatan berbahasa setelah aktivitas menyimak. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya, manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu berbicara dalam bahasa yang baik, lafal, struktur, dn kosakata bahasa yang bersangkutan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikualasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak (Tarigan, 2008: 16).
Nurjamal (2011: 4) mengemukakan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan secara lisan kepada orang  lain baik bertatap muka


langsung maupun tidak langsung. King (2008: 1) menggambarkan bahwa berbicara itu seperti main golf, mengendarai mobil, atau mengelola toko–semakin  sering Anda melakukannya semakin mahir dan semakin senang Anda melakukannya. Tetapi Anda harus mengetahui dasar-dasarnya terlebih dahulu. Mulyati (2013: 2.23) mendefinisikan bahwa berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan kepada orang lain (penyimak) dengan media bahasa lisan. Secara umum, berbicara merupakan ekspresi diri, kemampuan mental motorik, konteks ruang dan waktu, dan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif (Mulyati, 2013: 6.3).
Dalam mengungkapkan pengertiaan berbicara, para ahli menggunakan sudut pandang yang berbeda-beda. Maka, berdasarkan definisi para ahli dapat disimpulkan bahwa berbicara bukanlah sekadar pengucapan bunyi atau kata-kata saja, tetapi berbicara adalah suatu alat untuk menyampaikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek berbahasa. Berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada diri manusia semenjak ia masih anak-anak. Keterampilan berbahasa ini didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada saaat ini pula keterampilan berbicara atau keterampilan berujar dipelajari atau dimulai. Berbicara sangat erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan menyimak anak. Berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran/perasaan menjadi wujud ujaran. Berbicara adalah maksud atau tujuan seseorang untuk menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain sebagai bentuk sebuah komunikasi yang dituangkan ke dalam sistem bahasa.

2.1.2  Tips Berbicara
Menurut Affan Ghiffari (dalam buku Fitriana, 2013: 99) dalam tulisannya berjudul Bagaimana Menaklukan Rasa Takut Berbicara Di Depan Umum – Public Speaking, ada beberapa tips yang perlu dilakukan dalam mempersiapakan pidato atau presentasi di depan umum, yaitu:
1.      Pilih dan tentukan topik yang hendak disampaikan,
2.      Perhatikan dan analisis audiens yang Anda akan hadapi,
3.      Cari sumber-sumber penelitian (ilmiah) terkait topik Anda,
4.      Formulasikan poin-poin dan proporsi utama dari tampilan yang Anda inginkan,
5.      Dukung gagasan pada proporsi utama Anda,
6.      Organisasikan material pidato Anda,
7.      Pilih kata-kata kunci yang tepat dalam berpidato,
8.      Buat introduksi, konklusi, dan transisi pembicaraan Anda dengan tepat dan menarik,
9.      Latih diri Anda!
10.  Dan sampaikan pidato Anda!
Kesimpulan yang dapat dikutip dari tips berbicara dalam melakukan sebuah pidato di atas adalah percaya diri dan harus sudah mempersiapkan semua hal-hal yang akan nantinya disampaikan di depan masyarakat banyak mengenai pidato yang akan disampaikan oleh si pembicara. Selain itu, hal penting dari tips berbicara ini adalah percaya diri, banyak berlatih, dan sampaikanlah sesuai dengan porsi dan tujuan yang ingin dicapainya. Apabila ke sepuluh tips berbicara diatas sudah mampu dikuasai pasti semuanya akan menghasilkan perencanaan yang baik, rapih, dan terstruktur.

2.1.3  Solusi Mengatasi Perasaan Takut dan Tidak Percaya Diri saat Berbicara
Menurut Mudjia Rahardjo (dalam Buku Fitriana, 2013: 100 – 102) ada delapan solusi untuk mengatasi ketakutan dan supaya lebih percaya diri. Beberapa diantaranya secara berurutan dan komplek perlu penulis kutip seperti berikut ini.
1)      Kuasai benar topik yang akan disampaikan. Dengan menguasai materi atau topik pembicaraan, seseorang akan merasa percaya diri. Perlu diketahui rasa percaya diri merupakan modal penting bagi seseorang untuk dapat bicara di depan publik dengan tenang dan meyakinkan.
2)      Kenali siapa pendengarnya. Mulai berapa jumlahnya, mengapa mereka hadir, tingkat pengetahuan mereka terkait tema yang dibahas, harapan mereka, jenis kelamin dan usia rata-rata mereka. Dengan mengenali semuanya itu, kita akan dapat menetapkan tingkat  kesulitan bahan yang akan disampaikan dan ragam bahasa yang dipakai.
3)      Sebelum tampil, tatap mata dan sapa para pendengar. Melalui tatapan mata dan sapaan beberapa di antara pendengar, mereka merasa diperhatikan dan dihormati. Penting bagi seorang pembicara/pempidato untuk segera masuk ke dalam dunia batin pendengar dan merasa bagian dari mereka.
4)      Pandai-pandai menggunakan bahasa tubuh dan penampilan secara tepat.  Senyum, gerakan tangan, berjalan mendekati pendengar dan berpakaian yang tepat adalah jenis-jenis bahasa nonverbal yang penting untuk diperhatikan oleh seorang pembicara/pempidato publik. Dengan senyum, emosi terkendali dan ketegangan menjadi kendor, sehingga bisa berbicara dengan tenang dan tidak grogi.
5)      Jangan merendahkan diri sendiri. Kita kerap mendengar seorang pembicara mengatakan “Maaf sebenarnya saya tidak siap bicara hal ini karena tidak menguasai dan memang bukan bidang saya. Di benak pembicara mungkin saja ungkapan-ungkapan itu maksudnya untuk merendah agar tidak dikesan sombong. Tapi dalam etika bicara di publik, ungkapan itu menjadi konyol.
6)      Hindari hal-hal berbau sara (suku, agama, dan ras). Jangan men gangkat isu sara di depan banyak orang. Apalagi, melecehkannya satu di anatara yang lain. Semua orang yang hadir harus memperoleh penghormatan yang sama.
7)      Jangan membuat humor tentang seks. Selain sara, hal yang perlu diperhatikan adalah humor tentang seks. Perlu diketahui tidak semua orang suka humor berbau seks. Sebab, hal ini menjijikan.
8)      Janagn menyudutkan seseorang. Setiap orang pasti ingin dihargai dan dihormati. Selain menyakitkan, menyudutkan seseorang di depan banyak orang, sengaja atau tidak, sangat tidak bermanfaaat. Karenanya, hal itu harus dihindari.

2.1.4  Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa
Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek berbahasa. Berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada diri manusia semenjak ia masih anak-anak. Keterampilah berbahasa ini didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada saat ini pulalah keterampilan berbicara atau keterampilan berujar dipelajari atau dimulai. Berbicara sangat erat kaitannya dengan perkembangan kemampuan menyimak anak. Ketepatan dan perkembangan kosakata yang diperoleh anak dipengaruhi oleh kemampuan daya simak si anak.
Untuk memeroleh gambaran yang lebih jelas, berikut ini akan kita tinjau secara lebih terperinci hubungan antara a) berbicara dan menyimak, b) berbicara dan membaca, c) ekspresi lisan dan ekspresi tulis.
1.      Hubungan antara berbicara dan menyimak
Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan komunikasi dua arah yang langsung serta merupakan komunikasi tatap muka atau face to face communication Brooks (dalam Tarigan, 2008: 4). Hal-hal yang dapat memperlihatkan eratnya hubungan antara berbicara dan menyimak, adalah sebagai berikkut.
(a)   Ujaran (speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru  (imitasi). Oleh karena itu, contoh atau model yang disimak atau direkam oleh sang anak sangat penting dalam penguasaan kecakapan berbicara.
(b)   Kata-kata yang akan dipahami serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang yang mereka temui (misalnya kehidupan desa/kota) dan kata-kata yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide atau gagasan mereka.
(c)   Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempatnya hidup. Misalnya, ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.
(d)   Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit dibandingkan kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
(e)   Meningkatkan keterampilan meyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.
(f)    Bunyi atau suara merupakan faktor penting dalam meningkatkan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu sang anak akan tertolong kalau mereka menyimak ujaran-ujaran yang baik dari para guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain.
(g)   Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak. Umumnya ang anak mempergunakan/meniru bahasa yang didengar.     
2.      Hubungan antara  berbicara dan membaca
Hubungan-hubungan antara bidang kegiatan lisan membaca telah dapat diketahui dari beberapa telaah penelitian, antara lain:
(a)   Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan berbahasa lisan.
(b)   Pola-pola ujaran yang tuna-aksara mungkin mengganggu pelajaran membaca bagi anak-anak.
(c)   Kalau pada tahun-tahun awal sekolah, ujaran membentuk suatu dasar bagi pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa llisan mereka; misalnya; kesadaran linguistik mereka terhadap istilah-istilah baru, struktur klimat yang baik dan efektif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.
(d)   Kosakata khusus mengenai bahan bacaan haruslah diajarkan secara langsung. Seandainya muncul kata-kata baru dalam buku bacaan siswa, maka sang guru hendaknya mendiskusikannya dengan siswa agar mereka memahami maknanya sebelum mereka mulai membacanya. 
3.      Hubungan antara ekspresi lisan dan ekspresi tulisan
Hubungan ini adalah wajar bila komunikasi lisan dan komunikasi tulis erat sekali berhubungan karena keduanya mempunyai banyak persamaan, antara lain:
(a)   Sang anak belajar berbicara jauh sebelum dia dapat menulis; dan kosakata, pola-pola kalimat, serta organisasi ide-ide yang memberi ciri kepada ujarannya merupakan dasar bagi ekspresi tulis berikutnya.
(b)   Sang anak yang telah dapat menulis dengan lancer biasanya dapat pula menuliskan pengalaman-pengalaman pertamanya secara tepat tanpa diskusi lisan pendahuluan tetapi dia masih perlu membicarakan ide-ide yang rumit yang diperolehnya daqri tangan kedua.
(c)   Perbedaan-perbedan terdapat pula antara komunikasi lisan dan komunikasi tulis. Ekspresi lisan cenderung ke arah kurang berstruktut, lebih sering berubah-ubah, tidak tetap, dan biasanya lebih kacau serta membingungkan ketimbang komunikasi tullis. Sebaliknya, komunikasi tulis cenderung lebih unggul dalam isi pikiran maupun struktur kalimat, lebih fromal dalam gaya bahsa dan jauh lebih teratur dalam pengertian ide-ide.
(d)   Pembuatan catatan serta pembuatan bagan atau rangka ide-ide yang akan disampaikan pada suatu pembicaraan, akan menolong siswa untuk mengutarakan ide-ide tersebut kepada para pendengar.

2.1.5  Konsep Dasar Berbicara
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasan seseorang terhadap pendengar sesuai dengan kebutuhannya. Berbicara bukan hanya alat komunikasi, berbicara juga merupakan seni dan ilmu. Menurut Logan, dkk ( dalam Tarigan, 1995: 149) ada sembilan pernyataan yang merupakan konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi, yaitu:
1)      Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal
Dapatlah kita sepakati bahwa berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tidak terpisahkan. Keduanya inheren, ibarat mata uang, satu sisi ditempati kegiatan berbicara dan sisi lainnya oleh kegiatan menyimak. Kegiatan menyimak pasti didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara baru berarti bila diikuti kegiatan menyimak. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan terpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, Tanya jawab, interview, dan sebagainya. Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara spontan.
2)      Berbicara adalah proses individu berkomunikasi
Berbicara adakalanya digunakan sebagai alat berkomunikasi dengan lingkungannya, bila dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan, mengadaptasi, mempelajari lingkungan, dan mengontrol lingkungannya. Fungsi heuristik sering disampaikan dalam bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Berbicara merupakan sarana untuk dapat memahami antara satu dengan yang lainnya.
3)       Berbicara adalah ekspresi yang kreatif
Melalui berbicara kreatif, manusia melakukannya tidak sekedar menyatakan ide, tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tidak hanya dia menggunakan pesona ucapan kata dan dalam menyatakan apa yang hendak dikatakan tetapi dia menyatakan secara murni, pasih, ceria dan spontan. Perkembangan persepsi dan kepekaan terhadap perkembangan keterampilan berkomunikasi menstimulasi yang bersangkutan untuk mencapai taraf kreativitas pembicaraan apakah dia mampu menjadikan berbicara komunikasi lisan itu mejadi ekspresi kreatif atau hanya pendekatan belaka. Karena itu dikatakan berbicara tidak sekedar alat mengkomunikasikan ide belaka, tetapi juga alat utama untuk menciptakan dan memformulasikan ide baru.  
4)      Berbicara adalah tingkah laku
Berbicara adalah ekspresi pembicara. Melalui berbicara pembicara sebenarnya menyatakan gambaran dirinya. Berbicara merupakan simbolis kepribadian si pembicara. Berbicara juga merupakan dinamika dalam pengertian melibatkan tujuan pembicara kejadian disekelillingnya kepada pendengarnya, atau kepada objek tertentu.
5)      Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari
Berbicara adalah sebagai tingkah laku, sudah dipelajari oleh siswa dilingkungan keluarga, tetangga, dan lingkungan lainnya disekitar tempatnya hidup sebelum mereka masuk sekolah. Walaupun siswa sudah dapat mengekspresikan dirinya secara lisan, sebelum mereka diajar secara formal mereka tetap memerlukan bimbingan mengembangkan keterampilan berbicara mereka.
6)      Berbicara distimulasi oleh pengalaman
Berbicara adalah ekspresi diri. Bila diri si pembicara terisi oleh pengetahuan dan pengalaman yang kaya, maka dengan mudah yang bersangkutan menguraikan pengetahuan atau pengalamannya itu. Bila pembicara miskin pengetahuan dan pengalaman, maka yang bersangkutan akan mengalamai kesukaran dalam berbicara. Jadi, pengalaman cukup berpengaruh terhadap kemampuan berbicara. 
7)      Berbicara alat memperluas cakrawala
Paling tidak berbicara dapat digunakan untuk dua hal. Hal yang pertama untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan imajinasi. Kedua, berbicara dapat juga digunakan untuk menambah pengetahuan dan memperluas cakrawala pengalaman.
8)      Kemampuan linguistik dan lingkungan
Anak-anak adalah produk lingkungannya. Jika dalam lingkungan hidupnya ia sering diajak berbicara, dan segala pertanyannya diperhatikan dan dijawab, serta lingkungan itu sendiri menyediakan kesempatan untuk belajar dan berlatih berbicara maka dapat diharapkan anak tersebut terampil berbicara. Ini berarti si anak sudah memiliki kemampuan linguistik yang memadai sebelum mereka masuk sekolah.
9)      Berbicara adalah pancara kepribadian
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kita dapat menduganya melalui gerak-geriknya, tingkah lakunya, kecendrungannya, kesukaannya, dan cara berbicaranya. Berbicara pada hakikatnya melukiskan apa yang ada di hati, misalnya, pikiran, perasaan, keinginan, idenya, dan lain-lain. Karena itu sering dikatakan bahwa berbicara adalah indeks kepribadian.

2.1.6  Tujuan Berbicara
setiap orang yang hendak menulis tentu mempunyai nilai atau  maksud di dalam hati dan pikiran apa yang hendak dicapainya dengan berbicara itu. Pembicara yang baik akan menguasai prinsip-prinsip berbicara dan berpikir yang akan dapat menolong dalam usaha mencapai tujuan dari ucapan atau lisannya. Sehubungan dengan tujuan utama dari berbicara, Tarigan (2008: 16 – 18) mengatakan bahwa tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikannya. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap (para) pendengarnya dan harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum perorangan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud atau tujuan umum, yaitu;
1)   memberitahukan dan melaporkan (to inform);
2)   menjamu dan menghibur (to entertain);
3)   membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).
Mulyati ( 2013: 6.5-6.6) mengemukakan bahwa tujuan utama berbicara adalah menyampaikan informasi berupa gagasan-gagasan kepada pendengar. Secara khusus berbicara memiliki banyak tujuan. Tujuan tersebut antara lain untuk memberi informasi, meyatakan diri, mencapai tujuan, berekspresi, menghibur, dan lain-lain. Berbicara dengan tujuan memberi informasi. Dalam kegiatan berbicara ini pembicara memiliki informasi-informasi yang akan disakpaikan kepada pendengar. Contoh berbicara dengan tujuan memberi informasi misalnya, kegitan berbicara seorang guru kepada siswanya kedalam kelas, seorang penyaji dalam kegiatan seminar, seorang dai dalam kegiatan pengkajian Al-Quran, atau pembicara dalam kegiatan-kegiatan pelatihan.
Berbicara dengan tujuan menyatakan diri. Contoh kegiatan berbicara dengan tujuan menyatakan diri berupa kegiatan berbicara yang dilakukan seseorang ketika memperkenalkan diri atau ketika menyampaikan argumentasi dalam suatu masalah. Berbicara dengan tujuan mencapai tujuan adalah berbicara yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu. Contoh kegiatan berbicara denngan tujuan antara lain berbicara dalam mempresentasikan program dalam rangka emperoleh jabatan, berbicara dalam kampanye, berbicara dalam rangka memperoleh pinjaman, menawarkan brang dagangan, dan lain-lain. Berbicara dengan tujuan berekspresi. Kegiatan berbicara dengan tujuan berekspresi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bidang karya sastra. Contohnya, ketika mendongeng, menyatakan perasaan kepada orang lain, dan berbicara berdasarkan empati. Berbicara untuk menghibur. Berbicara dengan tujuan menghibur adalah kegiatan berbicara dengan menggunakan kata-kata yang mengandung humor. Contoh kegitan berbicara dengan tujuan menghibur biasa dilakukan oleh parwa pelawak atau acara-acara yang bersifat komedi.
Abidin (2013: 103) mengemukakan tujuan utama berbicara pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama yaitu, berbicara adalah untuk menghibur, berbicara adalah untuk meyakinkan, dan berbicara adalah untuk merundingkan. Menurut Gorys Keraf dalam buku Saddhono dan Slamet (2014: 58-59) menyatakan bahwa tujuan berbicara adalah mendorong pembicara untuk memberi semangat, membangkitkan kegairahan, serta menunjukan rasa hormat, dan pengabdian. Meyakinkan pembicara berusaha mempengaruhi keyakinan atau sikap mental/intelektuaal kepada pendengarnya. Berbuat atau bertindak, pembicara menghendaki tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar dengan terbangkitkannya emosi. Memberitahukan, pembicara pembicara berusaha menguraikan atau meyampaikan sesuatu kepada pendengar, dengan harpan agar pendengar mengetahui tentang sesuatu hal, pengetahuan dan sebagainya. Menyenangkan, pembicara bermaksud menggembirakan, menghibur para pendengar agar terlepas dari kerutinan yang dialami oleh pendengar.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa tujuan berbicara adalah sesuatu yang disampaikan seseorang untuk memberikan informasi baik berupa gagasan atau perasan kepada seluruh pendengar. Pada akhirnya, tujuan berbicara sangatlah penting bagi kelangsungan hidup, terutama dalam lingkungan sosial. Selain itu tujuan lain adalah untuk menjalin hubungan sosial yang dilakukan dengan beberapa strategi. Misalnya, dengan menggunakan ungkapan kesopanan, ungkapan implisit, basa-basi, dan penghalusan istilah. Untuk mencapai tujuan berbicara tersebut tidak mudah kita harus memahami dasar-dasr yang ada pada tujuan berbicara dalam bahasa.

2.1.7  Jenis-jenis Berbicara
1.      Berbicara satu arah
jenis berbicara satu arah merupakan suatu pembicaraan untuk mengungkapkan buah pikiran, gagasan, dan perasaan kepada si pendengar tanpa terjadinya proses interaksi timbal balik. Contohnya yaitu: pidato, khotbah, wawancara, pewara.
2.      Berbicara dua arah
Berbicara dua arah terjadi apabila si pembicara menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain, kemudian mendapatkan tangggapan balik dari pendengar secara langsung. Contohnya: diskusi, Tanya jawab, dan drama.
Kalau kita lihat lebih jauh lagi, menurut tingkat keresmiannya jenis-jenis berbicara itu terdapat banyak ragam dan macamnya. Jenis berbicara dalam pembahasan ini mengacu pada situasi. Situasi yang di maksud adalah situasi yang berkaitan dengan tujuan berbicara, di mana, kapan, dan dengan siapa orang berbicara. Berdasrkan situasi tersebut, Mulyati ( 2013: 6.6 dan 6.12) mengatakan bahwa berbicara dikelompokkan ke dalam dua jenis yang mengacu pada situasi yaitu berbicara dalam situasi nonformal dan berbicara dalam situasi formal. Berbicara dalam situasi nonformal tidak terikat oleh aturan-aturan seperti yang ada dalam berbicara dalam situasi formal. Situasi berbicara nonformal tidak seketat berbicara formal, bahwa situasi ini tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Berbeda dengan berbicara dalam situasi formal sama artinya dengan berbicara formal. Berbicara yang berlangsung dalam situasi formal, terikat oleh aturan-aturan tertentu dan berlangsung melalui tahapan-tahapan tertentu yang dibatasi oleh ruang dan waktu.
Menurut Keraf dalam bukunya Saddhono dan Slamet (2014: 60) membedakan jenis berbicara ke dalam tiga macam, yaitu persuasif, instruktif, dan rekreatif. Termasuk jenis persuasif adalah mendorong, meyakinkan, dan bertindak. Berbicara instruktif bertujuan untuk memberitahukan. Berbicara rekreatif bertujuan untuk menyenangkan. Jenis-jenis berbicara tersebut menghendaki reaksi dari para pendengar yang beraneka. Abidin (2013: 102) menbagi jenis berbicara, antara lain diskusi, percakapan, pidato menjelaskan, pidato, ceramah, dan sebagainya.

Berdasarkan jenis-jenis berbicara di atas maka dapat dipahami  bahwa jenis-jenis berbicara secara garis besar dapat dibagi atas berbicara dimuka umum (nonformal) pada masyarakat yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, bersifat informatif, bersifat kekeluargaan, persahabatan, bersifat membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan, dan bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati. Berbicara pada konferensi yang meliputi: diskusi kelompok yang dapat dibedakan atas tidak resmi dan resmi, prosedur parlementer, dan debat.  

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.