HIPOTESIS INPUT (MASUKAN) PADA PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
HIPOTESIS
INPUT (MASUKAN) PADA
PEMEROLEHAN
BAHASA KEDUA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di antara semua bidang
linguistik terapan, bidang pembelajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan
bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pembelajaran bahasa mempunyai
daya jual yang tinggi dan diperlukan masyarakat
(Kushartanti, 2005:221)
Kegiatan pembelajaran bahasa merupakan upaya yang mengakibatkan
siswa bisa belajar bahasa dengan cara efektif dan efisien. Upaya yang dilakukan
dapat berupa analisis tujuan, karakteristik studi dan siswa, analisis sumber
belajar, menetapkan strategi pengorganisasian, isi pembelajaran, menetapkan
strategi penyampaian pembelajaran, menetapkan strategi pengelolaan
pembelajaran, dan menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
Kondisi saling ketergantungan antara satu negara dengan negara
lainnya menjadikan penguasaan bahasa kedua sesuatu yang sangat penting dewasa
ini. Kita perlu mempelajari bahasa kedua untuk ke-pentingan sektor pendidikan,
pariwisata, politik dan ekonomi.
Pemerolehan bahasa kedua tidak sama dengan pemerolehan bahasa
pertama. Pada pe-merolehan bahasa pertama siswa berawal dari awal (saat
kanak-kanak belum menguasai bahasa apa pun) dan perkembangan pemerolehan bahasa
ini seiring dengan perkembangan fisik dan psikhisnya. Pada pemerolehan bahasa
kedua, siswa sudah me-nguasai bahasa pertama dengan baik dan per-kembangan
pemerolehan bahasa kedua tidak seiring dengan perkembangan fisik dan
psikhisnya. Selain itu pemerolehan bahasa pertama dilakukan secara informal
dengan motivasi yang sangat tinggi (siswa memerlukan bahasa pertama ini untuk
dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya), sedangkan
pemerolehan bahasa kedua dilakukan secara formal dan motivasi siswa pada
umumnya tidak terlalu tinggi karena bahasa kedua tersebut tidak dipakai untuk
berkomunikasi sehari-hari di lingkungan masyarakat siswa tersebut.
Pentingnya pembelajaran bahasa kedua yang dilatarbelakangi oleh
berbagai aspek, membuat seseorang mempelajari bahasa kedua. Proses dan
pemerolehan bahas kedua tersebut dipengaruhi dari penggunaan bahasa ibu atau
bahasa daerah tertentu. Kemudian proses pembelajaran bahasa kedua tersebut
dimulai dari proses pembelajaran formal maupun dari lingkungan.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.
Apa
saja hipotesis-hipotesis tentang pembelajaran bahasa kedua?
2.
Bagaimana implikasi/penerapan hipotesis pembelajaran bahasa kedua,
dalam proses pembelajaran bahasa?
1.3.
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai
berikut.
1. Mengetahui hipotesis-hipotesis tentang
pembelajaran bahasa kedua
2. Memaparkan implikasi/penerapan
hipotesis pembelajaran bahasa kedua, dalam proses pembelajaran bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HIPOTESIS PEMBELAJARAN
BAHASA
A. PENGERTIAN
Menurut Akhadiah dkk (1999:2.2) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan pemerolehan bahasa kedua adalah proses saat seseorang memperoleh bahasa
lain setelah lebih dahulu menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya.
Stern (Akhadiah dkk, 1999:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua dengan bahasa
asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu membedakan istilah bahasa
pertama (bahasa asli, ibu, utama) first language yang berjudul bahasa daerah
tertentu, bahasa kedua second language yang berwujud bahasa Indonesia, bahasa
asing (foreign language).
Secara harfiah hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari
kata hupo dan thesis. Hupo berarti sementara, atau kurang kebenarannya atau
masih lemah kebenarannya. Sedangkan thesis berarti pernyataan atau teori.
Sumber lain dengan pernyataan yang hampir sama bersumber dari Somantri Ating
(2006) menyatakan hipotesis (Hypothesis) berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hupo
yang berarti sementara dan Thesis yang bermakna pernyataan atau dugaan. Oleh
karena merupakan pernyataan sementara, maka hipotesis harus diuji kebenarannya.
Husaini Usman, dkk menyatakan Hipotesis ialah pernyataan sementara yang perlu
diuji kebenaranya. Mohammad Ali menyatakan hipotesis adalah rumusan jawaban
atau kesimpulan sementara yang harus diuji dengan data yang terkumpul melalui
kegiatan penelitian. Sedangkan, Suharimi Arikunto (2002:64) menjelaskan
hipotesis itu adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data-data yang terkumpul.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga
menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Agar lebih jelas
memahami pengertian dari pembelajaran bahasa, kita dapat membaca ilustrasi
dibawah ini.
“Marsyanda” berasal dari Padang. Ia merantau ke Jogjakarta untuk
membantu kakaknya yang membuka warung nasi, selama satu bulan ia tidak bisa
berkomunikasi dengan masyarakat di sekitarnya karena bahasanya berbeda dengan
bahasa yang dipakai masyarakat Jogjakarta dalam berkomunikasi (bahasa Jawa).
Setelah tiga bulan di Jogjakarta ia sedikit demi sedikit sudah bisa
berkomunikasi dengan masyarakat disekelilingnya dengan menggunakan bahasa Jawa.
“Sizuka” berasal dari Jepang. Ia bekerja di Bank Of Tokyo. Setelah
dua tahun bekerja ia ditunjuk untuk menjadi kepala cabang Bank of Tokyo yang
ada di Indonesia. Merasa dirinya tidak bisa berbahasa Indonesia, sesampainya di
Indonesia ia mencari tempat kursus bahasa Indonesia. Sesudah tiga bulan kursus
bahasa Indonesia. Ia mampu membaca surat kabar berbahasa Indonesia.
Kedua ilustrasi di atas menunjukkan perbedaan proses kemampuan
berbahasa yang dimiliki oleh “Marsyanda” dan “Sizuka”. “Marsyanda” memiliki
bahasa lain melalui proses pemerolehan (Acquisition), sedangkan “Sizuka”
memiliki bahasa lain melalui proses pembelajaran (Learning). Jadi Pembelajaran
bahasa merupakan proses pemerolehan bahasa kedua (B2) setelah seorang
memperoleh bahasa pertamanya (B1). Proses pemahaman seorang yang akan merespon
dan memaknai suatu bahasa atau lambang tertentu.
Sejumlah penelitian mengkaji hubungan antara masukan (input) dan
luaran (output). Fokusnya meliputi antara lain hubungan antara jumlah atau
frekuensi masukan dengan kualitas keluaran (kemampuan berbahasa B2), ciri-ciri
bahasa yang dipakai oleh penutur asli dalam berbicara dengan non-penutur asli,
atau pengaruh bahasa yang dijuarkan oleh pengajar terhadap peserta didiknya,
serta peranan masukan dalam pengembangan kemampuan berbahasa kedua. Berkaitan
dengan jumlah input, hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
yang memperoleh kesempatan untuk menggunakan B2 atau mendapat input yang
banyak, akan memiliki kemahiran berbahasa kedua yang baik. Penutur asli
melakukkan modifikasi terhadap wacana yang diucapkan ketika berbicara dengan
orang yang bukan penutur asli. Tentang peranan input, Krashen (Iskandarwassid,
2008:88) mengajukan hipotesis bahwa input yang dapat dipahami meningkatkan
kemampuan pembelajar dalam berbahasa kedua. Namun, hasil penelitian lain juga
menunjukkan bahwa hal itu tidak cukup, kecuali jika pembelajar mendapat kesempatan
untuk mempraktikkan bahasa sasaran.
B. HIPOTESIS INPUT PEMBELAJARAN
BAHASA KEDUA
Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua, Rod Ellis
(Akhadiah dkk, 1999:4.13) mengemukakan sebelas hipotesis yang disusun dalam
bagian-bagian yang berhubungan dengan komponen pemerolehan bahasa kedua.
Kesebelas hipotesisi tersebut ditinjau dari segi umum, segi situasi, segi
masukan, segi perbedaan-perbedaan pelajar, proses-proses pelajar dan kekuatan
linguistik. Setiap hipotesis yang disebut itu dijelaskan secara singkat
berikut:
Segi Umum
Hipotesis 1 :
PB2 mengikuti urutan perkembangan alamiah, tetapi akan
terdapat
berbagai variasi minor dalam susunan perkembangan dan lebih banyak
variasi major dalam kecepatan perkembangan dan dalam tingkat kecakapan yang
dicapai. Urutan itu mengacu pada tahap-tahap perkembangan umum yang
mengkarakterisasikan pemerolehan bahasa kedua, dan susunan pada perkembangan
ciri-ciri gramatikal khusus.
Hipotesis
ini menjelaskan bahwa secara umum pemerolehan bahasa kedua memiliki kesamaan
urutan perkembangan. Kalau siswa kita belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa
kedua misalnya, kita akan melihat bahwa mereka menunjukkan kesamaan pola
perkembangan. Kalau ada perbedaan itu sifatnya kecil saja.
Hipotesis 2 :
Pada setiap tahap perkembangan, antar bahasa interlanguage
sang pelajar terdiri atas sua-tu sistem kaidah-kaidah variabel.
Hipotesis
2 ini dapat diartikan bahwa perbedaan dalam satu urutan pemerolehan dapat
terjadi secara horizontal. Artinya, antarsiswa kita dapat terjadi perbedaan
dalam satu urutan atau tingkatan pemerolehan.
Segi Situasi
Hipotesis 3 :
Faktor-faktor situasional merupakan penentu-penentu atau
determinan-determinan tidak langsung terhadap kecepatan PB2 dan juga terhadap
tingkat kecakapan yang dicapai. Akan tetapi, hal itu tidak mempengaruhi urutan
perkembangan dan mempengaruhi susunan perkembangan hanya dengan cara-cara
sesaat dan sederhana saja.
Dari
hipotesis in terlihat bahawa kelas dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
akan mengikuti jalur perkembanan yang sama. Juga mengikuti bahwa
perbedaan-perbedaan dalam latar-latar khusus tidak akan mempengaruhi jalur
perkembangan.
Hipotesis 4 :
Faktor-faktor situasional merupakan penyebab variabilitas
primer dalam bahasa pelajar bahasa.
Hipotesis
ini berkenaan dengan bahasa antara. Faktor-faktor situasional (yaitu siapa
ditunjukkan kedapa siapa, kapan, tentang apa, dan dimana) ternyata hanya
mempengaruhi bahasa antara yaitu, bentuk ujaran yang belum atau tidak ada modelnya
pada bahasa kedua, bahasa sumber maupun bahasa sasaran, bahasa ibu maupun yang
dipelajari.
Segi Input atau Masukan
Hipotesis 5 :
Masukan yang secara interaksional (tetapi tidak perlu
formal) diatur sebagai akibat atau hasil perundingan makna dalam wacana dua
arah antara pelajar dengan pembicara lain dapat berfungsi sebagai penentu.
Hipotesis
ini menjelaskan bahwa, apapun yang menjadi masukan dalam pemerolehan bahasa
kedua siswa kita, meskipun telah disesuaikan, belum mampu menjadi penjelas
pemerolehan bahasa kedua mereka.
Perbedaan-perbedaan
pelajar :
Hipotesis 6 :
Perbedaan-perbedaan pelajar secara afektif (yaitu yang
berhubungan dengan motivasi dan personalitas) menentukan kecepatan PB2 dan
tingkat kecakapan yang tercapai, tetapi tidak menentukan uruttan dan susunan
perkembangan.
Dari
hipotesis ini kita temukan hal baru lagi yaitu ternyata personalitas (minat,
sikap, persepsi) hanya menentukan tingkat dan kecemasan tetapi tidak pada
urutan dan susunan perkembangan.
Hipotesis 7 :
Bahasa pertama sang pelajar mempengaruhi susunan
perkembangan tetapi tidak mempengaruhi urutan perkembangan.
Hipotesis
ini menerangkan bahwa masih juga pola perkembangan pemerolehan bahasa tidak
goyah oleh pengaruh bahasa pertama. Memang ini masuk akal sebab munculnya ciri-ciri
gramatikal khusus bisa jadi karena adanya ciri-ciri yang sama dalam bahasa
pertama, bukan karena pengaruhnya.
Segi Proses-proses pelajar
Hipotesis 8 :
Perkembangan antarbahasa terjadi sebagai suatu produk dari
penggunaan pengetahuan prosedural sang pelajar untuk membangun wacana.
Pemusatan pengetahuan (kapasitas) prosedural dalam proses penggunaan dan
pembangunan suatu antarbahasa memang sangat menarik dan m emperhatikan tiga
kalrolari.
Hipotesis 9 :
Perkembangan antarbahasa terjadi sebagai tata bahasa
universal sang pelajar, yang membuat beberapa lebih mudah dipelajari daripada
yang lain-lainnya.
Hipotesis
ini menjelaskan kotak hitam pelajar dengan bantuan kemampuan linguistik yang
mandiri. Ada kemungkinan bahwa beberapa ciri pemerolehan bahasa kedua merupakan
hasil pemrosesan linguistik dan mencerminkan pemerolehan. Sedangkan yang
lainnya merupakan akibat dari faktor-faktor kognitif yang lebih umum dan
mencerminkan perkembangan.
Segi Keluaran Linguistik :
Hipotesis 10 :
Bahasa pelajar bahasa terdiri dari (1) ujaran formulasi, dan
(2) ucapan-ucapan yang di bangun secara kreatif.
Hipotesis
ini memberikan pengakuan pada perbedaan dasar dalam keluaran linguistik. Ujaran
formulaik dapat mengambil bagian dalam perkembangan bahasa antara, suatu
kemungkinan yang dipertimbangkan pada fprmula-formula dengan cara-cara yang
sama dengan beroperasinya pada masukan.
Hipotesis 11 :
Bahasa pelajar bahasa bervariabel, dinamis, tetapi juga
sistematis.
Ini
mengandung arti bahwa mereka tidaklah sederhana karena mengandung banyak
variabel yang dapat dikaji. Bahasa yang mereka peroleh tidak statis tetapi
berkembang terus menerus sesuai upaya pemerolehan mereka. Bahasa mereka pun
menampakkan adanya keteraturan di samping mengandung unsur-unsur pembentuknya.
Sedangkan dalam (http://lughotudhod.blogspot.co.id/2013/04/hipotesis-tentang-pembelajaran-bahasa.html)
menjelaskan beberapa hipotesis
masukan pemerolehan bahsa kedua. Hipotesis-hipotesis itu yang perlu
diketengahkan adalah: hipotesis kesamaan antara bahasa pertama dan bahasa
kedua, hipotesis kontrastif, hipotesis krashen, hipotesis bahasa-antara,
hipotesis pijinisasi. Secara singkat kelima hipotesis tersebut akan dibicarakan
dibawah ini.
1. Hipotesis
Kesamaan Antara Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua
Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya kesamaan dalam proses
belajar B1 dan belajar B2. Kesamaan itu terletak pada urutan pemerolehan
struktur bahasa, seperti modus interogasi, negasi dan morfem-morfem gramatikal.
Hipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa diperoleh dengan
urutan-urutan yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh
terlebih dahulu, sedangkan unsur kebahasaan lain diperoleh baru kemudian. Studi
tentang urutan pemerolehan morfem gramatika bahasa inggris telah membuktikan
hal ini (Nurhadi, 1990: 5). Namun, dalam hal penguasaan lafal, kanak-kanak
dapat menguasai B1 dengan pelafalan yang baik dan secara alamiah, sedangkan B2 dapat dikuasai
dengan pelafalan yang kurang sempurna. Memang hal ini belum terbukti kebenarannya.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· B1: Bahasa Indonesia, B2:
Bahasa Arab
· Anak lebih fasih mengucapkan
bahasa Indonesia, dibandingkan bahasa Arab, misal:
ü Anak mengucapkan kata “أستاذ” dengan berakhiran huruf “d” è Ustad, karena dalam bahasa
Indonesia tidak ada ejaan huruf “ذ” (dz)
2. Hipotesis
Kontrastif
Hipotesis ini dikembangkan oleh Charles fries (1945) dan Robert
lado (1957). Hipotesis ini menyatakan bahwa kesalahan yang dibuat dalam belajar
B2 adalah karena adanya perbedaan B1 dan B2. Sedangkan kemudahan dalam belajar
B2 disebabkan oleh adanya kesamaan antara B1 dan B2. Jadi, adanya
perbedaan antara B1 dan B2 akan menimbulkan kesulitan dalam belajar B2, yang
mungkin juga akan menimbulkan kesalahan, sedangkan adanya persamaan antara B1 dan B2 akan menyebabkan kemudahan dalam
belajar B2.
Hipotesis kontrastif ini juga menyatakan bahwa seorang pembelajar
bahasa kedua sering sekali melakukan transfer B1 ke dalam B2 dalam menyampaikan
suatu gagasan. Transfer ini dapat terjadi pada semua tingkat kebahasaan: tata
bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, maupun tata kata (leksikon). Dalam hal
ini bisa terjadi transfer positif, yakni kalau struktur B1 dan B2 itu sama, dan
ini akan menimbulkan kemudahan. Dapat juga terjadi transfer negatif, yakni
kalau struktur B1 dan B2 itu tidak sama, dan ini akan menimbulkan
kesulitan.
Adanya pemikiran bahwa B1 akan mempengaruhi pembelajaran B2, maka
akan membuat para pakar berusaha mendeskripsikan struktur B1 dan B2 agar dapat
memprediksi kesukaran dan kemudahan yang akan dialami dalam pembelajaran B2
itu.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· B1: Bahasa Indonesia, B2:
Bahasa Arab
· Perbedaan antara B1 dan B2 akan
menimbulkan kesulitan dalam belajar B2, contoh:
ü S = س
ü ش = tidak ada huruf (sy) dalam abjad bahasa
Indonesia
· Persamaan antara B1 dan B2 akan
menyebabkan kemudahan dalam belajar B2, contoh:
ü S = س
ü T = ت
3. Hipotesis Krashen
Berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa, Stephen Krashen
mengajukan Sembilan buah hipotesis yang saling berkaitan. Kesembilan hipotesis
ini adalah: hipotesis perbedaan antara pemerolehan dan belajar, hipotesis
urutan ilmiah, hipotesis monitor, hipotesis masukan, hipotesis efektif,
hipotesis bakat, hipotesis filter afektif, hipotesis bahasa pertama, hipotesis
variasi individual dalam penggunaan monitor.
a. Hipotesis perbedaan pemerolehan
dan belajar
Menurut
hipotesis ini dalam penguasaan suatu bahasa perlu dibedakan adanya pemerolehan
(acquisition) dan belajar (learning). Pemerolehan
adalah penguasaan suatu bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan
terjadi tanpa kehendak yang terencana. Proses pemerolehan tidak
melalui usaha belajar yang formal atau eksplisit. Sebaliknya, yang dimaksud
dengan belajar ialah usaha sadar untuk secara formal
dan eksplisit menguasai bahasa yang dipelajari, terutama yang berkenaan tentang
kaidah-kaidah bahasa. Belajar terutama terjadi atau
berlangsung dalam kelas.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Pemerolehan: Anak yang lahir di Indoesia, dan lingkungan sekitarnya
menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari, tanpa
disadari, anak tersebut akan fasih berbahasa Indonesia. (Dalam hal ini, Bahasa
Indonesia sebagai bahasa ibunya)
· Pembelajaran: Anak membutuhkan pembelajaran bahasa khusus, untuk mempelajari
bahasa asing, setelah ia memperoleh bahasa ibunya.
b. Hipotesis
Urutan Alamiah (natural order)
Hipotesis
ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa dan kaidah bahasa diperoleh dalam urutan yang
dapat diprediksi (Krashen, 1983:28).
Selanjutnya, Krashen menegaskan bahwa tidak setiap pemerolehan sekaligus akan
memperoleh struktur alat bahasa dalam
urutan yang persis sama. Krashen dalam hipotesis ini menyadari adanya struktur
yang lebih cepat diperoleh dan lainnya lebih lambat.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Anak akan lebih dahulu
memperoleh vokal-vokal [a] sebelum [i] dan [u]
· Konsonan depan lebih dahulu
dikuasai oleh anak dari pada konsonan belakang
· Anak-anak penutur bahasa Indonesia
lebih awal menguasai kata-kata vokalis, seperti: mama, papa, ibu, nene, apa,
ada, dan semacamnya, cenderung lebih awal diperoleh daripada kata-kata: ambil,
untuk, tidak, simpan, dan semacamnya. Urutan alamiah ini tidak saja
terjadi pada masa kanak-kanak, tetapi juga pada saat dewasa.
c. Hipotesis
Pemantau (monitor)
Pernahkah
anda ragu dalam melakukan praktik B2? Nah, keraguan itu disinyalir sebagai
akibat kelebihan monitor dalam proses internal berbahasa. Monitor ini
muncul dalam pikiran seseorang saat belajar B2 dan berfungsi sebagai pengedit
dan pengkoreksi bahasa.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Dalam belajar bahasa Arab,
setelah siswa memahami penggunaan isim isyarah lil qarib mudzakkar (hadza)
dan muannats (hadzihi), maka monitor akan muncul untuk
mempertimbangkan bagaimana dan kapan siswa menggunakan ‘hadza’ dan ‘hadzihi’.
Hipotesis
ini mendapatkan bantahan dari Barry McLaughlin karena dianggap memiliki
ketidaktuntasan pemantauan terhadap pemakaian B2. Salah satu kritiknya
adalah bahwa monitor jarang dipakai di dalam kondisi normal/alamiah pemakaian
B2.
d. Hipotesis
Masukan (input)
Hipotesis
ini menjelaskan bahwa pembelajaran B2 dianggap akan terjadi jika hanya siswa mendapatkan
informasi/pengetahuan setingkat lebih tinggi daripada yang telah dikuasainya. Hipotesis ini dirumuskan dengan (i + 1), di mana i = input,
yaitu pengetahuan yang sudah dimiliki siswa (kompetensi sebelum belajar) dan 1
= kompetensi setingkat dari sebelumnya. Jika (i + 2), atau lebih, maka
pembelajaran akan sulit terjadi karena siswa akan merasakan kesulitan,
sedangkan jika (i + 0), atau (i – 1) dan seterusnya mengindikasikan bahwa
pembelajaran dilakukan dengan pengetahuan sebagai input yang sudah bahkan jauh
telah dikuasai siswa.
e. Hipotesis
Afektif
Hipotesis
ini menyatakan bahwa orang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat memperoleh
bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian dan sikap
yang lain.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Seseorang dengan kepribadian
yang terbuka dan hangat akan lebih berhasil dalam belajar bahasa kedua
dibandingkan orang dengan kepribadian yang agak tertutup.
f. Hipotesis
Pembawaan (Bakat)
Hipotesis
ini menyatakan bahwa bakat bahasa mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar bahasa kedua, sedangkan bakat berhubungan dengan belajar.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Mereka yang mendapat nilai tinggi dalam test bakat bahasa, pada umumnya berhasil baik dalam test tata bahasa. Jadi,
aspek ini banyak berkaitan dengan belajar,dan bukan dengan pemerolehan.
g. Hipotesis
Filter Afektif (affective filter)
Hipotesis
ini menyatakan bahwa sebuah filter yang bersifat afektif dapat menahan sehingga
seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya dalam memperoleh bahasa
kedua. Filter ini dapat berupa kepercayaan diri yang kurang, situasi yang menegangkan, dsb, yang dapat mengurangi kesempatan bagi masukan (input)
untuk masuk ke dalam system bahasa yang dimiliki seseorang. Filter afektif ini
lazim juga disebut mental block.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Seseorang yang kurang percaya
diri dalam belajar bahasa, akan jauh lebih sulit dalam menguasai suatu bahasa,
dibandingkan seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
h. Hipotesis bahasa pertama
Hipotesis
ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak akan digunakan untuk mengawali ucapan dalam
bahasa kedua, selagi penguasaan bahasa kedua belum tampak. Jika seorang anak pada tahap permulaan belajar bahasa kedua
dipaksa untuk menggunakan atau berbicara dalam bahasa kedua, maka dia akan
menggunakan kosa kata dan aturan tata bahasa pertamanya.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Anak akan mencampurkan bahasa
Arab ke dalam kaidah berbahasa Indonesia, , misalnya:
ü Untuk mengucapkan kata disana,
anak menggunakan kata “في
هناك”, padahal hanya dengan mengucap kata “هنا ك” saja sudah cukup, tanpa diimbuhi kata “في” (karena kata “هنا ك” sudah mengandung arti disana)
Oleh
karena itu, sebaiknya guru tidak terlalu memaksa siswanya untuk menggunakan
bahasa kedua yang sedang dipelajarinya. Berilah kesempatan pada anak untuk
mendapatkan inputyang bermakna dan untuk mengurangi filter
afektifnya. Dengan demikian, penguasaan bahasa kedua dengan sendirinya akan
berkembang pada waktunya.
i. Hipotesis
Variasi Individu Penggunaan Monitor
Hipotesis
ini berkaitan dengan hipotesis ketiga (hipotesis monitor),, menyatakan bahwa cara
seseorang memonitor pengunaan bahasa yang dipelajarinya bersifat bervariasi.
Ada yang terus menerus menggunakannya secara sistematis, tetapi ada pula yang
tidak pernah menggunakannya. Namun, diantara keduanya ada pula yang mengunakan
monitor itu sesuai dengan keperluan atau kesempatan untuk menggunakannya.
Ada
yang tidak peduli tentang aturan-aturan tata bahasa dalam menggunakan
bahasanya, artinya orang seperti itu tidak bisa menggunakan monitornya. Dia
tidak peduli apakah kalimat yang digunakannya itu benar atau salah. Yang
penting dia dapat menggunakan idenya dalam bahasa yang dipelajari. Model orang
seperti inilah yang umumnya lebih cepat dalam belajar bahasa.
4. Hipotesis Bahasa-Antara
Bahasa antara (interlanguage) adalah bahasa
atau ujaran yang digunakan seseorang yang sedang belajar bahasa kedua pada satu
tahap tertentu, sewaktu dia belum dapat menguasai dengan baik dan sempurna
bahasa kedua. Bahasa ini bersifat khas dan
mempunyai karakteristik sendiri yang tidak sama dengan bahasa pertama dan
bahasa kedua. Tampaknya semacam perpindahan dari bahasa pertama ke bahasa
kedua.
Bahasa antara ini merupakan produk dari strategi seseorang dalam
belajar bahasa kedua. Artinya, bahasa ini merupakan kumpulan atau akumulasi yang terus
menerus dari suatu proses pembentukan penguasaan bahasa.
Implikasi dalam Pembelajaran Bahasa:
· Ketika belum menemukan istilah
yang tepat, seseorang akan menggunakan kata baru, yang dianggapnya sama dengan
kata dalam B2 yang dipelajarinya, contoh:
Seseorang
menggunakan kata “no what-what”, untuk mengatakan “tidak
apa-apa”, padahal bahasa baku dalam B2 adalah never mind.
5. Hipotesis
Pijinisasi
Hipotesis ini menyatakan bahwa dalam proses belajar bahasa kedua,
bisa saja selain terbentuknya bahasa antara terbentuk juga yang disebut bahasa
pijin (pidgin), yakni sejenis bahasa yang digunakan oleh satu kelompok masyarakan dalam
wilayah tertentu yang berada di dalam dua bahasa tertentu. Bahasa pijin ini digunakan untuk keperluan singkat dalam
masyarakat yang masing-masing memiliki bahasa sendiri. Jadi bisa dikatan bahasa
pijin ini tidak memiliki penutur asli (chaer dan agustina, 1995).
BAB III
PENUTUP
3..1 KESIMPUAN
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Bahasa kedua bagi
seseorang dapat berupa bahasa daerah, bahasa nasional, atau bahasa asing.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku
di manapun dan kapanpun.
Makalah ini menjelaskan beberapa teori hipotesis pembelajaran
bahasa asing Rod Ellis
(Akhadiah dkk, 1999:4.13) mengemukakan sebelas hipotesis yang disusun dalam
bagian-bagian yang berhubungan dengan komponen pemerolehan bahasa kedua.
Kesebelas hipotesisi tersebut ditinjau dari segi umum, segi situasi, segi
masukan, segi perbedaan-perbedaan pelajar, proses-proses pelajar dan kekuatan
linguistik. Sedangkan dalam (http://lughotudhod.blogspot.co.id/2013/04/hipotesis-tentang-pembelajaran-bahasa.html)
yaitu:
1.
Hipotesis
kesamaan antara bahasa pertama dan bahasa kedua
2.
Hipotesis
kontrastif
3.
Hipotesis
krashen
a. Hipotesis perbedaan pemerolehan
dan belajar
b. Hipotesis Urutan Alamiah (natural
order)
c. Hiphotesis Pemantau (monitor)
d. Hipotesis Masukan (input)
e. Hipotesis Afektif
f.
Hipotesis
Pembawaan (Bakat)
g. Hipotesis Filter Afektif (affective
filter)
h. Hipotesis bahasa pertama
i.
Hipotesis
Variasi Individu Penggunaan Monitor.
4.
Hipotesis
bahasa-antara
5.
Hipotesis
pijinasi
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti
dkk. 1999. Teori Belajar Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2003, Psikolinguistik: Kajian Teoritik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Iskandarwassid.
2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosdakarya.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar: