MEMBACA KEMBALI BAHASA JAWA BANTEN
Oleh ZAKI FAHRIZAL
Membaca beberapa komentar rubrik bantenezia Harian Kabar Banten tertanggal 5 Februari 2018 yang membahas topik bahasa Jawa Serang, saya merasa senang dan bangga dengan tanggapan-tanggapan postif beberapa komentar bantenezia. Mengapa senang dan bangga? Bagaimana tidak merasa senang dan bangga, komentator bantenezia yang rata-rata siswa sekolah menengah atas ternyata masih menaruh harapan dan keinginannya untuk menggunakan dan melestarikan bahasa Jawa Serang. Seperti komentar salah seorang siswa bernama Muhammad Sufriyatna. Muhammad Sufriyatna mengatakan bahwa dirinya sangat ingin bisa berbahasa Jawa Serang, penasaran, dan sangat ingin belajar bahasa Jawa Serang. Namun ada komentar dari salah satu bantenezia yang berpendapat bahwa mirisnya beberapa masyarakat enggan menggunakan bahasa Jawa Serang lantaran malu karena gengsi dan kalah berprestise tinimbang bahasa Sunda.
Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi merupakan fungsi bahasa secara umum sesuai apa yang pernah dikemukakan oleh John Lock. Bahasa digunakan untuk keperluan sehari-hari dalam berinteraksi. Dengan bahasa, sesorang dapat berkomunikasi dengan mitra tuturnya, baik dengan teman sebaya, keluarga, masyarakat, dan beberapa kelompok yang mereka inginkan. Setiap kelompok memiliki bahasa khas sesuai dengan kesepakatan yang sudah dibuat. Ada pepatah mengatakan “Bahasa Melambangkan Bangsa”.
Bahwa bahasa yang dipakai seseorang penutur mencerminkan sikap, ciri, dan darimana seorang penutur itu berasal. Seseorang yang dilahirkan dari suku bangsa tertentu sudah pasti menguasai bahasa pertamanya. Saya lahirkan di lingkungan masyarakat penutur Jawa Serang, secara tidak sadar sejak kecil saya ternyata sudah mampu berbahasa Jawa Serang. Bahasa Jawa Serang merupakan bahasa pertama yang saya peroleh, setelah itu saya mendapatkan bahasa kedua berupa bahasa Indonesia. Pemerolehan bahasa pertama dilakukan tanpa sadar dan terencana. Secara tidak sadar anak akan menyimak dan meniru ucapan-ucapan yang didapat dari para penutur di sekitarnya.
Sebenarnya, saya kurang setuju dengan penamaan dan penyebutaan bahasa Jawa Serang. Mengapa? Saya lebih senang memberi nama bahasa jawa yang digunakan penutur di Banten dengan sebutan Bahasa Jawa Banten. Bahasa jawa yang digunakan oleh masyarakat Provinsi Banten merupakan kekayaan bahasa kolektif masyarakat Banten, tidak hanya masyarakat Serang yang menggunakannya. Coba lihat dan perhatikan masyarakat Cilegon. Meskipun dahulunya Cilegon merupakan bagian dari Kabupaten Serang, tetapi saat ini Cilegon sudah berdiri sendiri menjadi kota madya yang juga ada penutur berbahasa Jawa Banten. Beberapa daerah di Tangerang juga banyak ditemukan penutur yang mampu berbahasa Jawa Banten.
Provinsi Banten merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Jawa Barat. Setelah Banten memekarkan diri dari Jawa Barat, Provinsi Banten mulai menggali dan mengembangkan identitas (jati diri) provinsi melalui peninggalan-peninggalan kejayaan Kesultanan Banten. Penggalian dan pengembangan jati diri Banten merambah dalam hal bahasa. Banyak perdebatan mengenai bahasa khas dari Provinsi Banten. Bahasa Jawa Banten merupakan produk budaya masyarakat dan jati diri masyarakat Serang. Bahasa Jawa berbeda dengan bahasa Jawa yang ada di provinsi lain. Meskipun akar dari bahasa Jawa Banten adalah bahasa Jawa Cirebon tetapi bahasa Jawa Banten sudah mengalami perubahan bentuk ejaan dan pelafalan sehingga menjadi bahasa baru yakni bahasa Jawa Serang. Bahasa Jawa Banten diturunkan dari generasi ke generasi sehingga menjadi dialek dan kearifan budaya lokal masyarakat Banten.
Bahasa Jawa Banten merupakan bagian dari salah satu dari 742 bahasa daerah yang dimiliki Indonesia. Bahasa Jawa Banten sudah digunakan sejak zaman Kesultanan Banten. Bahasa Jawa Serang menjadi bahasa utama Kesultanan Banten, baik di lingkungan keraton maupun di lingkungan luar keraton Kesultanan Banten. Bahasa Jawa Serang menjadi bahasa lisan mendampingi bahasa Arab sebagai bahasa tulis. Perpaduan dua jenis bahasa ini kemudian menghasilkan sebuah istilah baru bernama huruf pegon. Melalui huruf pegon banyak transkrip, kitab, dan prasasti ditulis sehingga sampai sekarang kita dapat membacanya.
Sejalan dengan perkembangan zaman, bahasa Jawa Banten memiliki dua perbedaan yakni bahasa Jawa Banten halus dan bahasa Jawa Banten kasar. Perbedaan tersebut terletak dari segi lafal. Jika dikaji secara sosiolinguistik, perbedaan tersebut terjadi akibat adanya ragam bahasa. Bachman (1990) menyatakan bahwa ragam bahasa adalah varian dari sebuah bahasa menurut pemakainya. Di bahasa Sunda, Madura,dan Bali serta Jawa juga dikenal ragam halus dan kasar. Bahasa jawa mengenal ragam yang disebut kromo, madya, dan ngoko.
Beberapa bahasa daerah di Indonesia telah punah dan sebagian lagi terancam punah. Begitu juga dengan bahasa Jawa Banten, jika generasi muda tidak peduli dan merasa malu dalam menggunakannya maka waktu yang akan menjawabnya. Upaya pelestarian bahasa Jawa Banten sebenarnya sudah banyak dilakukan, seperti memasukkan bahasa Jawa Banten ke dalam kurikulum sekolah melalui mata pelajaran muatan lokal. Tetapi masalah kembali muncul karena perubahan kurikulum baru tahun 2013 yang menghapuskan mata pelajaran muatan lokal. Kemudian, bahasa Jawa Banten pun mulai diintegrasikan dalam prosedur operasional standar (POS) instansi pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Banten. Tetapi dalam pelaksanaannya masih terkesan tanggung dan belum menyeluruh. Papan nama toko, nama perumahan, dan nama-nama bangunan lainnya yang saya dijumpai masih banyak menggunakan bahasa asing tinimbang menggunakan bahasa daerah.
Sebagai generasi muda sudah sepantasnya kita berbuat yang terbaik guna melestarikan khazanah bahasa daerah yang dimiliki Indonesia khususnya Provinsi Banten. Bahasa Jawa Banten adalah identitas Provinsi Banten ditengah arus globalisasi yang semakin tidak mengenal batas. Bahasa Jawa Banten harus digunakan dalam praktik komunikasi sehari-hari. Jika bukan sekarang kapan lagi? Jika bukan kita siapa lagi? Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa Jawa Banten! (*)
- *Dimuat dalam kolom opini koran Kabar Banten edisi 10 Februari 2018
Tidak ada komentar: