Ads Top

VANDALISME DAN PERILAKU MENYIMPANG




VANDALISME DAN PERILAKU MENYIMPANG
Oleh 
ZAKI FAHRIZAL

Jumat pekan lalu sewaktu membuka linimasa Instagram, saya mendapati berita  prilaku vandal-nya seseorang atau sekelompok orang. Tugu selamat datang di kawasan Banten Lama dicoret-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Berdasarkan info, tugu tersebut baru saja dibangun, namun pada Jumat pagi sudah ada tulisan “ Marhaban ya Ramadan Garis Keras 33”. Dari kalimatnya tidak menjadi persoalan, yang menjadi peroalan yakni media yang digunakan tidak tepat. Perilaku vandal juga terjadi di beberapa tempat seperti di Ibu Kota Jakarta. Underpass Matraman DKI Jakarta dicoret-coret oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sandiaga Uno selaku Wakil Gubernur DKI Jakarta akhirnya geram juga. Menurutnya, aktivitas vandal tidak dapat ditoleransi, harus ditindak dan mengajak publik untuk menangkap pelakunya.
Vandalisme merupakan penyakit remaja. Mengapa dikatakan penyakit? vandal dinamai penyakit karena berkonotasi negatif. Mereka gemar melakukan kebiasaan mencoret-coret benda atau barang yang ada di sekitarnya seperti, warung di pinggir jalan, tembok rumah, tembok atau gerbang sekolah, bahkan fasilitas umum pun menjadi sasaran vandal remaja. Media yang mereka gunakan biasanya cat atau piloks bermacam-macam warna dengan tulisan nama kelompok pergaulan, nama tim sepak bola favorit, nama sekolah, logo kebanggan, sindiran atau bentuk ketidakpuasan, dan ikon-ikon negatif lainnya.
 Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), vandal adalah perbuatan merusak dan menghancurkan karya seni dan barang berharga lainnya (keindahan alam tersebut) atau perusakan dan penghancuran secara ganas. Sedangkan menurut wikipedia.org, vandalisme berasal dari masyarakt vandal, orang-orang Germania barbar yang cukup besar namanya dalam sejarah. Mereka mendirikan kerajaannya di Afrika Utara dan berkembang selama satu abad, sampai kemudian menyerah pada Kekaisaran Bizantium pada 534 Masehi.
Bagi remaja dan beberapa kelompok, vandal merupakan bentuk eksistensi dan pengenalan identitas. Mereka mengekspresikan atas apa yang ingin disampaikan dan dibaca oleh masyarakat umum di ruang publik. Dengan mengungkapkannya di ruang publik, mereka merasa puas. Mereka tidak memikirkan dampak negatif atas apa yang diperbuat. Dampak negatif seperti memicu pertengkaran antar kelompok, sikap vandal juga dapat merugikan pemilik bangunan atau fasilitas umum yang mereka coret-coret.
Prilaku remaja yang mencoret-coret tembok, papan, dan fasilitas umum lainnya. Prilaku vandal atau vandalisme juga dapat berbentuk penempelan poster (brosur, pamflet), stiker, spanduk bukan pada tempatnya yang dapat mengotori serta merusak wajah ruang terbuka umum. Prilaku vandal remaja ini membuat masyarakat pemilik barang atau bangunan menjadi marah. Sayangnya tindakan ini tidak dapat ditindaklanjuti oleh pemilik karena aktivitas vandal dilakukan pada malam hari. Malam hari terutama malam Minggu menjadi waktu favorit para vandalis melakukan aksinya. 
Saat pemilik toko atau bangunan terlelap tidur, mereka beraksi. Sikap vandal ini yang harus segera mendapat perhatian penegak hukum seperti Satpol PP dan Polisi. Satpol PP dan Polisi dapat menjalankan perannya dengan berpatroli sekitar wilayah tugas malamnya. Jika pada malam hari ada kelompok-kelompok yang mencurigakan maka segeralah melakukan razia. Penyuluhan di sekolah-sekolah juga diperlukan agar sikap vandal dapat diminimalisasi dan berkurang. Kemudian, peran masyarakat jika melihat aktivitas vandal agar memberi teguran kepada pelakunya. Jika teguran tidak dimungkinkan, masyarakat dapat melapor kepada pihak terkait menggunakan media sosial. Zaman sekarang serba canggih, dengan memotret kemudian diunggah ke media sosial maka akan viral. Orang tua juga dapat berperan aktif mengurangi sikap vandal yakni dengan membatasi jam keluar anaknya. 
Dengan membatasi jam keluar anak maka diharapkan dapat mengurangi dan membatasi aktivitas vandal. Vandalisme di satu sisi juga dapat dimanfaatkan dan dapat menjadikan produk nilai seni tinggi. Dengan memindahkan media dari dinding jalan ke dinding sekolah atau dinding rumah yang sudah mendapat izin, maka nilai seni tercipta. Agar proses kretaif siswa di sekolah tersalurkan, para guru dapat memanfaatkan lukisan dinding sebagai media belajar. Siswa bebas berekspresi menyalurkan kemampuannya dalam menggambar dan mendesain sebuah karya seni dua dimensi, sehingga tidak ada lagi coretan-coretan di tembok luar sekolah atau fasilitas umum. 
Bagi pemerintah daerah, selain merehabilitasi coretan yang disebabkan vandal juga dapat membuat inovasi berupa lomba mural atau sejenisnya setiap bulan atau setiap tahun. Selain mengadakan perlombaan, menyertakan pelaku vandal dalam kegiatan pariwisata juga dapat menjadi alternatif solusi. Seperti yang sudah dilakukan Pemerintah Kota Tangerang, Pemkot Tangerang membuat sebuah destinasi wisata baru bernama Kampung Bekelir. Kampung Bekelir yang awalnya hanya daerah kumuh dan menjijikan disulap menjadi kampung mural penuh warna. Banyak anak muda yang mengambil bagian dalam kegiatan seni membuat kampung mural tersebut. Bukan tidak mungkin hal serupa juga dapat dilakukan oleh kampung-kampung lain. 
Peran pemerintah menjadi sentral dalam membangun kretaivitas warganya. Masa remaja menjadi masa yang menentukan perkembangan sikap, prilaku, minat, dan bakat remaja. Marilah menjadi remaja yang selalu bertindak positif dan bermanfaat bagi banyak orang, bukan remaja yang bertindak tanpa aturan dan bikin kesal orang. (*)

*Dimuat dalam kolom Opini Koran Kabar Banten, Selasa 5 Juni 2018

Tidak ada komentar:

zakifahrizal. Diberdayakan oleh Blogger.